Friday, March 14, 2014

Mimpi dan Kesempatan Kedua



Apa mimpi yang kamu punya?

PlotPoint yakin dengan yang namanya the power of the dream atau kekuatan mimpi, yang tanpa kita sadari bisa kasih kita motivasi yang luar biasa besar untuk terus berusaha apapun halangannya. Nah, masalahnya, kita sering lupa dengan mimpi yang kita punya, apalagi kalau udah menghadapi yang namanya kegagalan dan terlalu mikirin kegagalan itu. Kita jadi kehilangan motivasi dan akhirnya lebih milih untuk nggak berusaha lagi. Sayang banget, kan?

Padahal, mungkin yang kita butuh sebenarnya hanya kesempatan kedua.

Kesempatan kedua untuk mencoba lagi. Rasanya susah? Semua bisa dimulai dengan mau menerima diri kita apa adanya, termasuk menerima kalau kita pernah bikin kesalahan, bahkan pernah gagal. Setelah itu, kita susun rencana baru buat mencapai mimpi yang pernah kita tunda.

Bicara tentang kesempatan kedua, jadi ingat sama karakter Raisa dari novel “Relung Rasa Raisa”, ya? Seorang editor sebuah penerbit bernama Aha Publishing, yang harus bergelut dengan perasaan dihantui kesalahannya di masa lalu disaat harus menyelamatkan nasib kantornya.

Buku "Relung Rasa Raisa" PlotPoint
 


Raisa mendapat tugas dari kantornya – sekaligus kesempatan mewujudkan mimpinya – untuk menghadiri Frankfurt Book Festival di Jerman. Disana ia harus berjuang untuk bisa membeli hak terbit naskah buku supaya Aha Publishing bisa tetap berjalan, alias nggak bangkrut. Raisa akhirnya menemukan naskah “Cedar Incense” karya penulis Jan Marco,dengan kisah yang berlatar belakang kerusuhan Mei 1998. Namun, Raisa ternyata mendapat kesulitan karena Jan Marco nggak mau menjual naskah “Cedar Incense”. Raisa terus berjuang hingga tanpa dia sadari, perjuangan itu mempertemukan Raisa kembali dengan Caesar, masa lalunya yang sudah dia hindari dan lupakan selama 8 tahun karena sebuah kesalahan yang mereka lakukan. Sedangkan, Caesar menjadi satu-satunya orang yang bisa membantu Raisa mendapatkan hak penerbitan naskah “Cedar Incense”, dan Raisa nggak bisa mundur karena nasib Aha Publishing berada di tangan Raisa.

Dilema terbesar Raisa muncul ketika dia harus memilih untuk berhenti atau terus berjuang walaupun dia harus melawan semua perasaan yang muncul karena harus berhadapan kembali dengan kesalahannya di masa lalu. Kalau boleh memilih, Raisa nggak mau lagi berurusan dengan dirinya dari masa-masa itu. Belum lagi, dia harus terus bersama Caesar, orang yang menurut Raisa jadi penyebab dari jungkir balik dunianya. Raisa ragu apakah semua itu layak untuk diberi kesempatan kedua. Raisa nggak yakin semua bisa merubah apa yang udah terjadi dalam kehidupan Raisa yang sekarang dia jalani.

Kalau kamu jadi Raisa, kamu bakal ngapain?

Oh, iya, buat kamu yang mau tahu kelanjutan cerita perjuangan Raisa, kamu bisa dapatin bukunya di toko buku favorit kamu! PlotPoint juga mau kasih kamu cuplikan ulasan buku “Relung Rasa Raisa” yang dibuat sama beberapa pembaca. Yuk, disimak!


SELENDANG WARNA
“Relung Rasa Raisa”

"Aku nggak mungkin bergerak menuju masa depan kalau sebelah kakiku masih kusangkutkan di masa lalu. Aku membangun masa depan yang sebenarnya semu."


Raisa hanya perlu berkaca dan berdamai dengan dirinya sendiri. Raisa harus menyelesaikan segala amarah dan penyesalan yang terlanjur berkecamuk selama petualangannya di negeri Angela Merkel ini. Raisa pun akhirnya tidak terlalu ngotot lagi soal 'Cedar Incense'. Kedamaian dan kebahagiaan yang ia cari selama ini hanyalah semu belaka. Raisa berkompromi dengan takdir, ketika hidup akhirnya menyuguhkan sepaket kesempatan yang tidak mungkin ia lepaskan.

Novel ini punya latar yang kuat. Khususnya di kota Aachen, tempat semua kejadian ini berlangsung. Hal itu pula yang menambah intensitas kedekatan antara realita dengan fiksi. Mengajak pembaca seakan menikmati satu persatu adegan dengan alur yang beragam. Menjadikan permainan alur yang berloncatan jadi satu kelebihan cerita. Membaca novel ini kita dibuat percaya bahwa when you brings out the best of you, life will give you the best of it.

Perjalanan Raisa menuju Frankfurt Book Fair bisa memberi gambaran bagi siapapun yang ingin pergi kesana. Sejenak saya pun sempat berpikir untuk menabung demi menunaikan umrohnya para penikmat dan pecinta buku, berangkat ke Frankfurt Book Fair 2015 dimana Indonesia jadi Tamu Kehormatan.

Anyway, jika pembaca menginginkan sebuah kisah asmara yang complicated, tidak mudah ditebak, dan penuh kejutan, kiranya sempatkanlah menyelami Relung Rasa Raisa ini.



STORYOFDEIKA77
ME AND PAPER
“Relung Rasa Raisa”


Dan setelah menuntaskannya, saya benar2 terpukau. Alurnya maju mundur antara tahun 2005 dan 2013, cukup mampu membuat emosi saya naik turun (mengingat frekuensi kata ‘hah?’ yang saya keluarkan saat membaca lumayan sering). Petualangan Raisa di negara yang asing baginya (namun juga menjadi impiannya) selama seminggu dituturkan dengan apik dan mendalam di dalam sebuah novel setebal tiga ratusan halaman ini (plus flashbacksnya). Menambah pengetahuan juga tentang Jerman dan tempat2 menarik yang ada di sana. Tak disangka, di balik kata2 dan kejadian yang seringkali mengundang senyum dan tawa, ada juga kisah tragis dan pilu yang menyayat hati.  

Karakter tokoh2nya juga kuat. Raisa dengan sifat keras kepala dan gengsiannya, dan Caesar (bukan yang tukang goyang keep smile lho -_-) yang setia mampus dan pantang menyerah, serta Jan Marco yang meledak-ledak dan nekat.


Dan di luar itu semua, novel ini oke banget. Banyak pelajaran yang bisa saya petik dari sini (lain kali sisipin pohon duren juga ya mba Lea, biar bisa saya petik sekalian :P). Pokoknya pelajaran berharga yang harus banget anak muda jaman sekarang perhatikan betul-betul (udah kayak Ipin aja -_-). Dan yang terpenting, tentang kesempatan kedua yang berhak didapatkan oleh semua orang. Kalau kamu pengen dapet kesempatan itu, berikan pula hal yang sama pada orang yang membutuhkannya. Semua orang bisa dan berhak berubah. Dan jika kesempatan kedua itu bisa membuatmu merasa lebih bahagia, kenapa harus malu dan menyerah pada sebuah ego dan gengsi yang seperti benalu itu?


Kita semua pernah dan pasti terus akan mengalami beberapa kegagalan selama kita masih berusaha mencapai mimpi. Semua itu bisa bikin kita merasa capek dan kecewa sama diri sendiri. Tetapi, kita bisa memilih buat menerima dan memaafkan kesalahan diri kita – juga orang lain – dan menerima hal-hal yang lebih baik dalam kesempatan kedua yang kita jalani. Kegagalan akan berhenti datang di kehidupan kita disaat kita berhenti berusaha. Tetapi, apa kita mau menyerah dengan mimpi kita hanya karena kita takut gagal? It’s time to give yourself a chance. ;)

PS: Selamat membaca kisah perjuangan Raisa!

Thursday, March 13, 2014

Butuh Apa Buat Jadi Keren?



Di jaman sekarang, duduk di kafe atau kedai kopi sendirian mungkin udah bukan jadi suatu masalah buat kita. Selama ditemani laptop, smartphone atau gadget terbaru lainnya – dan fasilitas wifi, tentunya – kita pasti akan nyaman asyik sendiri browsing di internet. Siapa tahu pengunjung lain di pojokan sana ada yang ngelirik kita karena kita terlihat keren dan update banget! Hihi. Belum lagi, informasi yang bisa gampang kita dapatin dengan mengandalkan fitur-fitur canggih di gadget. Jadi nggak akan keliatan kuper, kan, waktu ngobrol sama calon gebetan baru dari pojokan tadi?

Udah, berhenti dulu ngayal jadi orang kerennya. Sekarang, coba kita berkhayal naik mesin waktu, dan kita pergi ke era tahun 70-an, era dimana gadget belum bisa gampang dibeli kayak kacang rebus seperti sekarang. Calon gebetan baru dari pojokan ngajak ngobrol dan ternyata kita belum update informasi apapun. Padahal si calon gebetan pinter banget. Duh, mati kutu.

Kerasa nggak, sih, teman-teman kalau gadget atau perangkat teknologi sekarang ini rasanya udah jadi kebutuhan utama? Perasaan kelimpungan kalau ketinggalan handphone kayaknya udah nggak kalah sama perasaan kalau lagi ketinggalan dompet. Padahal, kita bisa aja, lho, ngatasin masalah tanpa bergantung sama perangkat teknologi. Nggak percaya?

Kamu udah tahu gimana Imung si detektif cilik menyelesaikan berbagai kasus tanpa mengandalkan perangkat teknologi? Buat yang belum tahu, Imung adalah detektif cilik yang dikenal karena kehebatannya memecahkan berbagai kasus dengan ‘hanya’ mengandalkan kecerdasan yang dia punya, juga kesenangannya mengamati berbagai hal yang terjadi di sekitarnya. Padahal, cerita-cerita detektif yang selama ini kita tahu, banyak yang mengandalkan perangkat teknologi atau kemampuan khusus lainnya.

 Buku "Imung" seri 01 terbitan PlotPoint


Buku "Imung" seri 02 terbitan PlotPoint



‘Modal’ yang dipakai sama Imung itu bisa bikin Imung jadi detektif cilik yang diandalkan sama teman-teman dan orang-orang di lingkungannya. Salah satunya Kolonel Suyatman dari kepolisian. Padahal, Imung cuma anak kecil dari dusun dan korengan pula. Semua itu sering bikin Imung jadi underdog di mata banyak orang. Tapi, semua itu nggak bikin Imung jadi minder, karena dia tahu di balik semua itu dia memiliki kecerdasan yang luar biasa untuk memecahkan kasus. Keren, ya? :)

Nah, berapa banyak, nih, dari kita yang masih aware sama kemampuan yang kita punya? Sering banget kita nggak sadar apa aja potensi yang kita punya dan jadi menggantungkan diri sama orang atau hal lain cuma karena kita nggak pede. Padahal, kalau kita bisa kembangin itu semua, kita bisa bikin suatu karya yang bermanfaat bukan cuma buat diri sendiri, tapi juga orang lain, lho. Kayak Imung tadi.

Apa yang kita bicarain barusan cuma satu dari banyak hal lainnya yang bisa kamu dapatin dari buku Imung. Misalnya, nih, ragam aspek kebudayaan lokal Indonesia yang mungkin udah mulai kita lupakan, dan juga gimana Imung tetap bahagia walaupun hidupnya sederhana banget. Eits, nggak ketinggalan juga tentang gimana detektif cilik kita ini kelimpungan waktu menghadapi kasus jatuh cinta. Penasaran? Yuk, buruan serbu buku Imung seri 01 & 02 yang udah beredar di toko buku! :)

 Video teaser seri buku "Imung" 


Buat kamu yang udah memenangkan buku Imung sebagai hadiah dari #TantanganImung di Twitter beberapa waktu yang lalu, selamat, ya! Semoga kamu juga ikut menikmati bertualang bareng Imung, kayak tim PlotPoint disini. :D Nah, ini, nih, cuplikan keseruan dari #TantanganImung yang mau ngetes kemampuan followers @_PlotPoint dalam memecahkan kasus lewat menebak gambar beberapa barang bukti atau petunjuk dari kasus yang pernah dipecahkan Imung.


Potongan seri gambar #TantanganImung PlotPoint



Oh, iya. Buku Imung ini adalah karya dari penulis senior Indonesia, Arswendo Atmowiloto, yang juga udah menulis cerita Keluarga Cemara. Buku Imung pernah diterbitkan sebelumnya, di era tahun 70 – 80-an, dan berawal sebagai kumpulan seri cerpen di Koran Kompas dan Majalah Hai. Setelah itu, serial Imung mulai diterbitkan dan juga sempat dibuat sinetronnya, lho, karena antusiasme dari para pembacanya.

Nah, kalau udah begini, kamu yakin nggak mau ikut ngerasain keseruan kisah petualangan dari Imung? ;)
 



PALING BANYAK DIBACA

How To Make Comics oleh Hikmat Darmawan