Wednesday, July 4, 2012

Saya dan Popcon Asia


2002, dan ketika itu saya berumur 14 tahun, umur 14 ibarat umur pancaroba bagi kebanyakan anak laki-laki. Umumnya mencoba pengalaman berbahaya agar diakui sebagai remaja, naik sepeda motor ugal-ugalan dan mendengarkan musik cadas sudah menjadi kudapan sehari-hari. Saya sendiri tidak se-ekstrim itu,  saya lebih suka menyendiri di kamar ditemani berbagai bacaan dari mulai ensiklopedi hingga buku cerita. Dari semua buku koleksi keluarga, saya justru suka sekali komik dan ilustrasinya, yang ternyata barang asing di koleksi itu. Boleh dikatakan diumur 14 tahun kenakalan saya adalah menyelundupkan buku-buku komik itu ke rumah.

Entah bagaimana sejarahnya saya suka sekali menggambar, buku pelajaran habis dirajah coretan-coretan saya, kebanyakan menggambar tokoh-tokoh komik dari Jepang, Eropa maupun Amerika. Kenapa saya bisa tau karakter komik-komik ini juga sama misteriusnya. Mungkin karena saya banyak melihat karakter-karakter komik ini di taman bacaan, film kartun di TV, atau  bahkan  dari  bungkus-bungkus makanan ringan juga ilustrasi di stationary  jaman sekolah.  Ada Tintin, Gaston, Asterix dari Eropa, Evangelion, Saint Seiya, BT-X, Magic Knight Rayearth, Rurouni Kenshin dari Jepang dan tentunya para super hero Amerika keluaran DC dan Marvel. Alhasil karena terobsesi ilustrasi karakter-karakter ini nilai rapot saya jadi anjlok tiap taunya. Mungkin pengalaman seperti ini bukan milik saya seorang, orang-orang seperti saya rasanya sulit hidup hanya dengan kreatifitas seperti ini di sekolah umum.

Kalau diingat-ingat dulu saya suka karakter-karakter komik Marvel, sebut saja Spiderman, X-men dan Ironman yang komiknya diterbitkan penerbit lokal Misurind. Seiring bertambahnya umur saya mulai menyukai komk DC dan novel grafis, tapi agak sulit menemukan buku-bukunya di Indonesia terutama saya yang tinggal di daerah. Saya juga sempat bercita-cita menjadi komikus dan ilustrator cover untuk penerbit komik kenamaan seperti  DC, Marvel, Dark Horse maupun Vertigo, tapi tertunda karena membayangkan akses yang sulit untuk bisa kesana 

2012. Sepuluh tahun berlalu dari masa-masa mengurung diri di kamar sambil membaca komik. Dan sekarang ini.. saya bisa punya kesempatan berjalan-jalan di sebuah konvensi Pop Culture Internasional yang dengan ajaibnya bisa terselenggara di  Jakarta, Popcon Asia.


Berada di antrian book signing "How to Make Comics"


Di Popcon Asia, saya bersama tim PlotPoint lainnya juga kebetulan berkesempatan untuk mengadakan  launching dan signing buku yang kami kerjakan beberapa bulan belakangan berjudul How to Make Comics yang ditulis oleh Hikmat Darmawan. Ya... setelah hampir dua bulan berproses dengan segala halang rintang yang ada, ide buku ini akhirnya menetas juga.  Sebagai art director dan designer, saya terlibat cukup banyak dalam pengerjaan buku ini. Yang menyenangkan adalah, saya juga sangat suka hasilnya, dan sungguh tidak menyangka buku ini bisa menarik perhatian audience yang hadr di Popcon Asia. Tambah senang lagi begitu  melihat beberapa komikus lokal yang bahkan sudah goes international juga ikut membelinya.   
Salah satu teman saya di PlotPoint, Fitri.
Berpose dengan sekumpulan zombie yang ikut meramaikan Popcon Asia

Jujur saja, punya kesempatan untuk berkunjung ke acara seperti ini merupakan hal yang super menyenangkan buat saya. Di sini saya bisa melihat dan bertemu langsung dengan penggiat dunia komik, sebuah dunia yang membuat saya memiliki ketertarikan terhadap dunia visual, dan mengantar saya menjalani  profesi sebagai designer grafis hingga saat ini.

Salah satu studio komik yang meramaikan Popcon Asia 2012.
Foto dok. Popconasia
Di sini baik studio komik hingga ilustrator perorangan semuanya terlihat begitu bersemangat menjalani bidangnya. Terkejut juga ketika tahu ada ilustrator lokal yang telah sukses dipinang penerbit komik internasional, sebut saja Sami Basri, Sunny Gho dan Chris Lee. Karya-karya mereka sudah bisa dinikmati pada cover-cover dan interior komik luar negeri, bahkan bersanding dengan penulis internasional. Sami Basri dan Judd Winick misalnya, mereka kini turut mengerjakan seri komik DC, Power Girl.  Melihat prestasi-prestasi tadi, entah saya harus merasa bangga atau panas :)

Popcon Asia juga mendatangkan Leinil Francis Yu, salah satu ilustrator favorit saya. Leinil Yu dikenal melalui ilustrasi cover untuk Marvel dan DC, belakangan melejit karena kolaborasinya dengan penulis Brian Michael Bendis dalam seri komik Marvel Secret Invasion, disini leinil tidak hanya mengerjakan cover ia juga mengerjakan interior komiknya. Di Popcon Asia Leinil juga akan menandatangani komik karyanya yang dikoleksi para penggemarnya. Tidak cukup dengan booth studio ilustrasi komik, Popcon juga dipenuhi dengan booth toko toys dan booth lain yang bergerak dibidang industri kreatif.

Ya saya ‘kepanasan’ setelah datang ke Popcon Asia, terbakar semangat teman-teman komikus dan ilustrator. Jadi terpikir untuk mulai membuat sebuah komik. Sekarang pertanyaan kecil muncul di kepala saya, apakah sudah terlambat? 

Rasanya belum...


Teguh Pandirian Mashara
Art Director for PlotPoint Publishing

No comments:

Post a Comment

PALING BANYAK DIBACA

How To Make Comics oleh Hikmat Darmawan