2002, dan ketika itu saya berumur 14 tahun, umur 14 ibarat
umur pancaroba bagi kebanyakan anak laki-laki. Umumnya mencoba pengalaman
berbahaya agar diakui sebagai remaja, naik sepeda motor ugal-ugalan dan
mendengarkan musik cadas sudah menjadi kudapan sehari-hari. Saya sendiri tidak
se-ekstrim itu, saya lebih suka
menyendiri di kamar ditemani berbagai bacaan dari mulai ensiklopedi hingga buku
cerita. Dari semua buku koleksi keluarga, saya justru suka sekali komik dan
ilustrasinya, yang ternyata barang asing di koleksi itu. Boleh dikatakan diumur
14 tahun kenakalan saya adalah menyelundupkan buku-buku komik itu ke rumah.
Entah bagaimana sejarahnya saya suka sekali menggambar, buku
pelajaran habis dirajah coretan-coretan saya, kebanyakan menggambar tokoh-tokoh
komik dari Jepang, Eropa maupun Amerika. Kenapa saya bisa tau karakter komik-komik
ini juga sama misteriusnya. Mungkin karena saya banyak melihat karakter-karakter
komik ini di taman bacaan, film kartun di TV, atau bahkan dari
bungkus-bungkus makanan ringan juga
ilustrasi di stationary jaman sekolah. Ada Tintin, Gaston, Asterix dari Eropa, Evangelion,
Saint Seiya, BT-X, Magic Knight Rayearth, Rurouni Kenshin dari Jepang dan tentunya
para super hero Amerika keluaran DC dan Marvel. Alhasil karena terobsesi
ilustrasi karakter-karakter ini nilai rapot saya jadi anjlok tiap taunya. Mungkin
pengalaman seperti ini bukan milik saya seorang, orang-orang seperti saya
rasanya sulit hidup hanya dengan kreatifitas seperti ini di sekolah umum.
Kalau diingat-ingat dulu saya suka karakter-karakter komik Marvel,
sebut saja Spiderman, X-men dan Ironman yang komiknya diterbitkan penerbit
lokal Misurind. Seiring bertambahnya umur saya mulai menyukai komk DC dan novel
grafis, tapi agak sulit menemukan buku-bukunya di Indonesia terutama saya yang
tinggal di daerah. Saya juga sempat bercita-cita menjadi komikus dan ilustrator
cover untuk penerbit komik kenamaan seperti
DC, Marvel, Dark Horse maupun Vertigo, tapi tertunda karena membayangkan akses
yang sulit untuk bisa kesana
2012. Sepuluh tahun berlalu dari masa-masa mengurung diri di
kamar sambil membaca komik. Dan sekarang ini.. saya bisa punya kesempatan berjalan-jalan
di sebuah konvensi Pop Culture Internasional yang dengan ajaibnya bisa terselenggara
di Jakarta, Popcon Asia.
Berada di antrian book signing "How to Make Comics"
Di Popcon Asia, saya bersama tim PlotPoint lainnya juga kebetulan berkesempatan untuk mengadakan launching dan signing buku yang kami kerjakan beberapa bulan
belakangan berjudul How to Make Comics yang ditulis oleh Hikmat Darmawan. Ya... setelah hampir dua bulan berproses
dengan segala halang rintang yang ada,
ide buku ini akhirnya menetas juga. Sebagai
art director dan designer, saya terlibat cukup banyak dalam pengerjaan buku ini.
Yang menyenangkan adalah, saya juga sangat suka hasilnya, dan sungguh tidak
menyangka buku ini bisa menarik perhatian audience yang hadr di Popcon Asia. Tambah senang
lagi begitu melihat beberapa komikus
lokal yang bahkan sudah goes international juga ikut membelinya.
|
Salah satu teman saya di PlotPoint, Fitri. Berpose dengan sekumpulan zombie yang ikut meramaikan Popcon Asia |
Jujur saja, punya kesempatan untuk berkunjung ke acara
seperti ini merupakan hal yang super menyenangkan buat saya. Di sini saya bisa melihat dan bertemu langsung dengan penggiat dunia komik,
sebuah dunia yang membuat saya memiliki ketertarikan terhadap dunia visual, dan mengantar
saya menjalani profesi sebagai designer
grafis hingga saat ini.
Salah satu studio komik yang meramaikan Popcon Asia 2012. Foto dok. Popconasia |
Di sini baik studio komik hingga ilustrator
perorangan semuanya terlihat begitu bersemangat menjalani bidangnya. Terkejut
juga ketika tahu ada ilustrator lokal yang telah sukses dipinang penerbit komik
internasional, sebut saja Sami Basri, Sunny Gho dan Chris Lee. Karya-karya
mereka sudah bisa dinikmati pada cover-cover dan interior komik luar negeri,
bahkan bersanding dengan penulis internasional. Sami Basri dan Judd Winick misalnya,
mereka kini turut mengerjakan seri komik DC, Power Girl. Melihat
prestasi-prestasi tadi, entah saya harus merasa bangga atau panas :)
Popcon Asia juga mendatangkan Leinil Francis Yu, salah satu
ilustrator favorit saya. Leinil Yu dikenal melalui ilustrasi cover untuk Marvel
dan DC, belakangan melejit karena kolaborasinya dengan penulis Brian Michael Bendis
dalam seri komik Marvel Secret Invasion, disini leinil tidak
hanya mengerjakan cover ia juga mengerjakan interior komiknya. Di Popcon Asia
Leinil juga akan menandatangani komik karyanya yang dikoleksi para
penggemarnya. Tidak cukup dengan booth studio ilustrasi komik, Popcon juga dipenuhi
dengan booth toko toys dan booth lain yang bergerak dibidang industri kreatif.
Ya saya ‘kepanasan’ setelah datang ke Popcon Asia, terbakar semangat
teman-teman komikus dan ilustrator. Jadi terpikir untuk mulai membuat sebuah
komik. Sekarang pertanyaan kecil muncul di kepala saya, apakah sudah terlambat?
Rasanya belum...
Teguh Pandirian Mashara
Art Director for PlotPoint Publishing
No comments:
Post a Comment