Thursday, May 30, 2013

3 LAGU YANG HARUS KAMU DENGERIN SAMBIL BACA NOVEL CRUSH

Halo!

Sabtu kemarin tim PlotPoint ketemu sama Jovan Meier. Siapa sih Jovan? Itu loh, si cowok bule bintang FTV yang jadi idola cewek-cewek satu sekolah di novel CRUSH. Sambil keliling toko CD, si Jovan maksa kita untuk dengerin 3 lagu favoritnya dia dari band A Rocket to The Moon. Katanya sih, lagu-lagu mereka cocok banget buat didengerin sambil baca novel Crush. Hmmm... Apa aja sih? Simak yuk!


1. Life of the Party 





Awalnya lagu ini biasa aja buat Jovan, tapi setelah sebuah kejadian penting... semua berubah. Lagu ini juga jadi mendadak penting buat Jovan. Liriknya yang dalam somehow bisa bikin Kezya mikir dua kali tentang sesuatu yang mau dialakuin. Kalau kamu udah baca buku ini pasti kamu tau dong alasannya kenapa langu ini penting banget ;)



2. I'll be Your Sunset





Sore-sore berdua dengan orang yang paling spesial memang cocok banget dengerin lagu romantis. Ini dia salah satu lagu yang Jovan rekomendasiin untuk kamu semua. Lagu ini selalu mengingatkan Jovan akan adegan romantisnya dengan Kezya di suatu senja. Seromantis apa sih adegan Jovan dan Kezya sore itu? Baca sendiri deh di Novelnya.



3.   Mr. Right





"Maybe I'm your Mr. Right... Baby, maybe I'm the one you like..."
Begitulah sepenggal lirik dari lagu terakhir yang Jovan rekomendasiin. Menurut Jovan lagu ini mampu melengkapi kebahagiaannya bersama Kezya. Liriknya yang sederhana sukses bikin Kezya melting.




Wednesday, May 29, 2013

Keping-Keping Foto Kenangan Bayu Adi persada


Sudah baca buku Anak-Anak Angin karya Adi Persada? Kali ini PlotPoint mau berbagi beberapa foto yang diambil pada masa penempatan Bayu Adi Persada sebagai pengajar di Desa Bibinoi, Halmahera Selatan, nih!


Beberapa foto diambil oleh fotogragfer Edward Suhadi (@edwardsuhadi) saat melakukan perjalanan ke desa-desa di Halmahera Selatan, dan beberapa foto yang lain adalah koleksi pribadi milik Bayu.
Bersama murid-murid di Desa Bibinoi

Sambil ngobrol :)

Kegiatan Bayu bersama murid-muridnya setelah jam sekolah selesai

Belajar elekto

Keseharian anak-anak di Desa Bibinoi

Anak-Anak Bibinoi
Pose ;)



Itu tadi beberapa keping foto kegiatan Bayu selama mengajar di desa Bibinoi. Kalau kamu belum baca bukunya, dan ingin tahu cerita  mengenai kegiatan Bayu selama menjalani program Indonesia Mengajar di desa Bibinoi,  kamu bisa menyimak cerita lengkapnya di buku Anak-Anak Angin. Selamat membaca!

Wiro Sableng

Guys, siapa sih yang tidak kenal dengan tokoh Wiro Sableng? 

Wiro Sableng  adalah tokoh rekaan dari penulis cerita silat Indonesia (alm) Bastian Tito. 


teamjabal.wordpress.com


Yang belum tahu, ada nih sedikit info mengenai Wiro Sableng yang kami dapat dari salah satu penggemar Wiro Sableng @WiroPendekar212

Pendekar 212 merupakan nama lain dari Wiro Sableng, salah satu tokoh fiksi yg terkenal di Indonesia. Wiro Sableng terlahir dengan nama Wiras Saksana yang sejak bayi diasuh oleh gurunya Sinto Gendeng. Wiro Sableng adalah seorang pendekar dengan senjata Kapak Maut Naga Geni 212 dan memiliki rajah ‘212’ di dadanya. 

Wiro Sableng memiliki banyak kesaktian yang diperoleh selama petualangan di dunia persilatan. Terasa sekali perubahan karakter Wiro Sableng seiring berjalannya waktu. Wiro Sableng perlahan-lahan mengurangi kesablengannya dan berubah menjadi lebih bijaksana.

Senjata utama Wiro Sableng adalah sebuah kapak besar bermata dua dengan gagang berupa suling dan ujung gagang berbentuk kepala naga. Di masing-masing mata kapak terukir angka 212. Kapak ini teruat dari logam dan gading. Mulut ukiran naga dapat menembakkan jarum-jarum beracun dengan cara menekan tombol rahasi pada kapak. Senjata Wiro Sableng yang lain adalah batu hitam 212. 

Batu hitam seukuran telapak tangan orang dewasa, berukir angka 212. Jika batu hitam ini diadu dengan mata kapak maut naga geni 212 dapat memercikkan semburan api yang sangat panas. Wiro Sableng juga memiliki senjata rahasia berbentuk bintang dengan ukuran angka 212. Bintang 212 ini digunakan dengan cara dilemparkan. Beberapa kesaktian Wiro Sableng adalah pukulan harimau dewa, pukulan sinar matahari, pukulan angin es, ilmu silat orang gila, dan masih banyak lagi. 

Serial Wiro Sableng berhasil mencapai 2 kali orbit, tahun 1989 dan 1994. Serial-serial Wiro Sableng antara lain Badai di Parang Tritis, Wasiat Iblis, Kembali ke Tanah Jawa, Senandung Kematian, dan masih banyak lagi. Serial Wiro Sableng ini telah diadaptasi sebagai sinetron dan  film.







[AkTa] Cerita Kelas Non Fiksi Angkatan 1





Mungkin banyak dari kalian yang masih bertanya-tanya apa itu Akademi Bercerita. Akademi Bercerita lahir dari kegelisahan akan minimnya cerita dan pencerita yang berkualitas dan punya lokalitas tinggi. Maka, PlotPoint dan Bentang Pustaka membuat Akademi Bercerita sebagai wadah berkumpulnya para penulis dan pencerita yang siap memberi warna baru.

Ada kelas fiksi yang terdiri dari cerpen dan novel, juga ada kelas non fiksi. Kelas-kelas ini PlotPoint dirikan secara gratis kepada siapapun yang punya kualitas dalam menuturkan cerita.

Belum lama ini, kelas AkTa, begitu biasanya Akademi Bercerita disingkat, sudah melahirkan beberapa alumni yang siap bersaing untuk menelurkan cerita. Beberapa waktu lalu PlotPoint mewawancarai keempat alumni Akademi Bercerita Non Fiksi; Armita, Aulia Rizki, Frida Nurulia, serta Rizki Ramadhan yang merupakan peserta AkTa pria satu-satunya di kelas ini.

Ketertarikan Aulia dan Frida awalnya hanyalah coba-coba semata. Karena pada awalnya mereka ingin mengikuti AkTa Fiksi, namun perihal deadline yang terlambat, akhirnya proposal non fiksipun dikirim. Tapi, sebelumnya mereka memang sudah punya ide non fiksi yang siap dibukukan. Ide-ide yang mereka miliki lebih kepada isu yang dapat memengaruhi pikiran orang lain, maka akan sangat cocok jika disampaikan dalam bentuk non fiksi.

Bicara mengenai pengalaman dalam kelas non fiksi, berbagai macam suka dan duka dialami oleh para peserta. Menjadi bagian dari keluarga Akademi Bercerita, mereka merasa senang karena bisa bertemu dengan banyak penulis seperti Gina S. Noer dan Ifan Ismail sebagai penulis skenario film Habibie & Ainun. Selain itu, di akhir pertemuan, peserta AkTa mendapatkan kesempatan untuk share ilmu bersama wartawan senior tempo, Yusi Avianto Pareanom.  

Tapi, ada pengalaman sekaligus perjuangan salah satu peserta yang patut sekali diapresiasi. Ia adalah Armita, ibu tiga anak yang berdomisili di Semarang. Mbak Mita rela terbang dengan penerbangan paling pagi demi mengikuti kelas AkTa di Cipete. Suatu kali pesawat yang ditumpangi mengalami delay sehingga ia tidak bisa hadir dan bergabung bersama peserta lain untuk memeroleh materi. “Meskipun banyak hambatan di depan mata, apa yang didapatkan di AkTa terlalu berharga untuk dilewatkan”, begitu petikan salah satu peserta.


Sesi terakhir di kelas Non Fiksi.
AkTa mendatangkan mas pengajar tamu mas Yusi Pareanom 

Suasana belajar di kelas yang dibatasi maksimal 10 orang menjadi nilai tambah. Karena dengan begitu, peserta bisa lebih fokus dalam menerima materi. Ditambah cara mengajar Hikmat Darmawan sebagai tentor yang amat menyenangkan membuat suasana kelas semakin akrab dan cair. 

Ia memberikan warna baru bagi tulisan non fiksi yang selama ini kaku menjadi sesuatu yang lebih kreatif dan enak dibaca. Bagaimana mengkreatifkan non fiksi, mengenalkan jurnalisme sastrawi, bagaimana menulis dengan jurus anti basi dan membuat buku kreatif adalah point penting dalam pelaksanaan kelas non fiksi ini. Mas Hikmat adalah tipe pengajar yang pencerita, pengajar yang bisa bikin peserta tetap fokus dengan apa yang dia bicarakan. 

Dia juga sering sharing tentang pengalamannya menulis, jadi terbayang kalo jadi penulis itu pahit manisnya gimana. Di kelas juga sering latihan nulis atau ngerjain kuis yang gak kalah serunya. Walaupun para peserta berasal dari latar belakang yang berbeda, tapi mereka juga sama-sama memberikan masukan yang berguna dalam mengembangkan outline buku.

Peserta mengaku bahwa langkahnya mengikuti Akademi Bercerita Jakarta amat membantu mewujudkan tujuannya membuat sebuah buku. Kelas AkTa non fiksi memberikan gambaran global untuk menyelesaikan sebuah buku. Juga tidak lupa diberikan pemahaman dan pembekalan tentang industri seperti yang akan dihadapi mendatang. Karena pesertanya hanya empat, masalah tiap-tiap peserta dalam penulisan bukunya dapat fokus dituntaskan.


Sekian cerita dari kelas Akademi Bercerita Non Fiksi. Sukses selalu untuk perjalanan para alumni AkTa, semoga Akademi Bercerita bisa menjadi bekal untuk masuk ke industri kreatif Indonesia.


Bagi teman-teman yang ingin mengikuti program AKademi Bercerita, jangan lewatkan kesempatan di Akademi Bercerita selanjutnya ya. Simak terus timeline dan blog PlotPoint untuk informasi mengenai pembukaan kelas baru.


Sampai ketemu :)


KELAS SKENARIO FILM BUKA PENDAFTARAN LAGI!!



Guys, apa sih pentingnya kekuatan cerita dalam sebuah media tutur bernama film?

Cerita adalah peristiwa naratif yang mengandung drama. Persinggungan, eksplorasi kreatif, beradunya estetika dan lainnya meramaikan dunia tutur kita. Film merupakan media tutur. Film digunakan sebagai medium bercerita. Karena, dari sini akan lahir tuntutan untuk memiliki sesuatu yang dirancang atau dituliskan, yaitu cerita, lewat sebuah medium lain bernama skenario.

Skenario sendiri adalah kisah yang diceritakan kembali dengan gambar. Gambar bergerak yang punya semangat visual di dalamnya. Skenario membutuhkan proses, dan terdapat unsur penting dalam pembuatannya.

Penasaran dan mau belajar lebih dalam mengenai skenario film?

Salman Aristo, penulis film-film box office seperti Ayat-ayat Cinta, Laskar Pelangi, Sang Pemimpi dan Garuda di Dadaku, akan berbagi ilmu penulisan skenario dan juga pengalamannya di industri, pada kamu yang punya waktu belajar secara Tatap Muka setiap Sabtu, pukul 10.00-16.00 sebanyak 8 kali pertemuan.


Yuk, dapetin ilmunya di kelas skenario film PlotPoint!



Hubungi kontak dibawah ini jika berminat, ya ;)

02134220888/ 021 75902920
@_PloPoint
www.plotpointkreatif.com

Monday, May 27, 2013

[Referensi] Sejarah Buku


Guys, suka baca buku kan?

Tahu nggak gimana sejarah buku?

Kalau belum tahu baca selengkapnya disini yah!


the-marketeers.com


Buku pada awalnya hanya berupa tanah liat yang dibakar, mirip dengan proses pembuatan batu bata di masa kini. Buku tersebut digunakan oleh penduduk yang mendiami pinggir Sungai Euphrates di Asia Kecil sekitar tahun 2000 SM. Penduduk sungai Nil, memanfaatkan batang papirus yang banyak tumbuh di pesisir Laut Tengah dan di sisi sungai Nil untuk membuat buku Gulungan batang papirus tersebut yang melatarbelakangi adanya gagasan kertas gulungan seperti yang kita kenal sekarang ini. 

Orang Romawi juga menggunakan model gulungan dengan kulit domba. Model dengan kulit domba ini disebut parchment(perkamen). Bentuk buku berupa gulungan ini masih dipakai hingga sekitar tahun 300 Masehi. Kemudian bentuk buku berubah menjadi lenbar-lembar yang disatukan dengan sistem jahit yg disebut codex. Codex merupakan cikal bakal lahirnya buku modern seperti sekarang ini.

Papirus (www.earlham.edu) 




Perkamen (diajengdian.wordpress.com) 



Di cina, Pada tahun 105 Masehi, Ts’ai Lun telah menciptakan kertas dari bahan serat yang disebut hennep. Serat ini ditumbuk, kemudian dicampur dan diaduk dengan air hingga menjadi bubur. Lalu dicetak dan dijemur. Setelah mengering, bubur berubah menjadi kertas. Pada tahun 751, pembuatan kertas tersebut telah menyebar hingga ke Samarkand, Asia tengah. Beberapa pembuat kertas bangsa Cina diambil sebagai tawanan oleh bangsa Arab. Bangsa Arab, setelah kembali ke negerinya, memperkenalkan kerajinan pembuatan kertas ini kepada bangsa Morris di Spanyol tahun 1150, dari Spanyol, kerajinan ini menyebar ke Eropa.

Pabrik kertas pertama di Eropa dibangun di Perancis, tahun 1189, lalu di Fabriano, Italia tahun 1276 dan di Jerman tahun 1391. Dari sejarah pembuatan kertas tersebut lah, maka pembuatan buku di beberapa belahan dunia semakin berkembang. Dengan perkembangan zaman dan teknologi, hingga akhirnya, kita menjumpai buku-buku yang seperti sekarang kita gunakan. Bahkan saat ini, sudah marak buku dalam bentuk digital atau elektronik yang biasa disebut e-book.


Sekian guys mengenai sejarah buku. Semoga informasi ini bermanfaat yah! :)



Sumber          : Sulistyo-Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia, 1991.

#WriterZodiak Minggu 12 Mei 2013



Guys, yang ketinggalan #WriterZodiak hari Minggu 12 Mei 2013 kemarin bisa baca selengkapnya disini yah!




Capricorn
Rencana keuangan harus direvisi nih. kurangi belanja yang berlebih yah!

Aquarius
Kamu sudah tepat mengamil keputusan. Ayo segera kirimkan tulisan kmau ke penerbit! J

Piesces
Jika pikiran tidak jernih untuk menulis, ada baiknya istirahatkan dahulu dengan membaca buku-buku ringan.

Aries
Manfaatkan dengan sebaik-baiknya dan jangan sampai kesempatan baik hilang begitu saja.

Taurus
Cermati kembali tweeps apa yang menjadi priorita utama kamu. Jangan mudah terpengaruh dengan hal-hal lainnya.

Gemini
Akktivitas yang banyak belakangan ini memang membutuhkan energy prima. Jangan sampai lupa mengatur pola makan kamu yah!

Cancer
Menabung lah sedikit-sedikit untuk bisa membeli buku idaman kamu. :D

Leo
Tetap konsisten yah guys dengan apa yang ingin kamu capai.

Virgo
Yuk olahraga! Kamu perlu banyak bergerak agar lebih bugar.

Libra
Jangan menunda kalau sudah masuk waktunya deadline.

Scorpio
Minggu ini kamu cukup bersemangat untuk menyelesaikan tulisan kamu.

Sagitarius
Jadikan diri kamu seseorang yang bisa diandalkan, tweeps. J

Kelas Menulis Non Fiksi Dibuka lagi!



Guys, Plotpoint buka kelas lagi nih! 




Menulis. Apa sih pentingnya menulis?

Kamu suka menulis artikel, atau ingin belajar membuat tulisan jurnalistik lainnya?

Untuk membuat tulisanmu menjadi menarik, tentu diperlukan keahlian menulis yang baik. 

Karangan jurnalistik, contohnya feature dan opini, mengharuskan penulisnya punya kepandaian untuk mengolah pemikirannya menjadi kata-kata yang enak dibaca.

Untuk kamu yang ingin tahu gimana caranya, serta mau mendapatkan trik dan tips agar bisa menulis nonfiksi dengan lebih baik, kelas Nonfiksi PlotPoint cocok untuk kamu!

Di kelas ini kamu akan bertemu Hagi Hagoromo, yang sudah malang melintang dalam dunia jurnalistik Indonesia sejak tahun 2000 dengan memulai karirnya di Tabloid Bintang Millenia. Setelah itu, karirnya berlanjut menjadi Editor in Chief Trax Magazine, majalah 442, majalah ALIF, dan beberapa majalah lainnya. Kini ia aktif menjadi dosen Jurnalistik online di salah satu perguruan tinggi di Jakarta.

Yuk, luangkan waktumu dan ikuti kelas penulisan NonFiksi! 

Ini jadwalnya ya. ;)

Setiap Hari Rabu, 
pukul 19:00 – 21:00 
sebanyak 8 kali pertemuan.

Kamu akan diajak untuk bersama-sama menajamkan pikiran dengan tulisan, dan membuatnya menarik untuk disampaikan.

Jadi, tunggu apa lagi? 
Ayo ikut kelas non fiksi PlotPoint di kantor kita! :D

Ini nih alamatnya:
Jl. Puri Mutiara II No. 7, Cipete, Jakarta Selatan.



Minat untuk daftar? Silakan kontak dibawah ini, ya. ;)

02134220888/ 021 75902920
@_PloPoint
www.plotpointkreatif.com

Thursday, May 23, 2013

[Cerita Spesial] Hujan dan Pelangi

oleh: 
Idawati Zhang (@IdawatiZhang) 
Mikayla Fernanda (@MikaylaFernanda) 
Ch. Marcia (@chrmarcia)

ilustrasi oleh: Diani Apsari (@dianiapsari)


Dua hari Sabrina bertahan untuk diam di rumah, meng­acuhkan aldo yang menelepon, BBM, dan SMS. Hari Sab­tu, ia lebih banyak mendekam di kamar, merapikan kamar, dan menyusun ulang isi lemari baju, sampai menata ulang laci meja rias saking nggak ada kerjaan. Malam minggu dilewati dengan menonton sinetron nggak mutu di televisi, menemani Mama yang nangis­-nangis sesenggukan karena adegan orang bercerai di serial antah­-berantah. 

Hari Minggu, dirinya sudah tidak tahan lagi. Tiap sepu­luh menit, Sabrina melirik Blackberry­-nya, mengetik kata­-kata untuk aldo namun kemudian dihapus tanpa dikirim. Ratusan kali ia membuka profil aldo di contact-­nya, memandangi foto cowok yang terlihat keren dengan baju se­ragam basket SMA Pelita Nusa itu. 


Hingga akhirnya hari Senin tiba. Sepanjang perjalanan ke sekolah Sabrina mencengkeram lengannya kuat­kuat. Nervous. Ia akan bertemu aldo di sekolah. So pasti. Kelas mereka bersebelahan dan kemungkinan berpapasan nyaris mendekati seratus persen. Kalaupun tidak, ada rapat OSIS rutin tiap Senin setelah sekolah bubar. Nggak mungkin Sa­brina bisa kabur lagi.


Sabrina sukses mendekam di kelas sepanjang istirahat pertama, dan keluar kelas yang terakhir di jam istirahat kedua. Semua karena menghindari kemungkinan ketemu Aldo. Bukan apa-­apa.... Ia cuma butuh waktu untuk me­nulikan hati dan mengikis rasa cemburu buta di pikiran­nya. Setidaknya supaya batinnya agak mati rasa, agar sang­gup ikut rapat OSIS tanpa salah tingkah.


“Lo yakin ini catatannya Camm?” Suara itu membuat Sabrina menghentikan langkahnya tepat di depan ruang OSIS. Rasa jealous yang sudah menipis mendadak terba­kar lagi. Dengan cepat ia menyandarkan punggung ke din­ding, kemudian melongok perlahan lewat jendela.


“Aduh, Do. Camm doang yang catatannya mulai dari bab sebelas. Kan dia masuk di pertengahan tahun ajaran. Tuh, Lihat!” Suara James menyahut kencang, separuh menggema di ruang yang masih kosong.


Aldo mengernyitkan dahi. “Kenapa nggak lo aja yang balikin?”

“Gue selalu gelagapan, Bro. Biasa. Asma gue kambuh.”

“Ngasal lo!”


“Jadi gue minta tolong lo aja yang balikin. Tapi sebut nama gue, gitu. Kan gue yang nemuin ketinggalan di ruang perpus.”

“Oke. Tapi yakin beneran kan ini catatannya Camm?”


“Yakin, Bro.”

“Pasti?”

“Demi kucing gue yang mau beranak di rumah. Suer. Pasti!”


“Buset. Pake bawa­-bawa kucing segala.”

“Habisnya lo nggak percaya!”

“Yakin alamatnya di Jalan Permata, ya?” Aldo bertanya sambil merangkul pundak James. “Please. Kali ini nggak usah pake bawa­-bawa kucing segala.”

“Yakin. Pasti. Kan gue pernah ngikutin….”

“Hah? Sumpeh lo?” 

James terkekeh. Sebelah tangannya teracung, memben­tuk huruf ‘V’.

“Segitunya,” tukasnya sambil memasukkan catatan itu ke ransel birunya. “Beneran nggak mau ikut?”

James menggeleng. “Lo mau gue bengek di tempat? Ntar gue megap­-megap pingsan, gimana?”

Aldo tertawa lagi. “Kalo gitu kapan lo mau punya pacar? Kalo lo demen sama cewek, perjuangin dong. Sampai titik darah terakhir kalau perlu.”



Sabrina mengernyitkan dahi. Kalau suka sama sese­orang, perjuangkan sampai titik darah penghabisan. Ya­-ya­-ya... betul banget. itu yang akan ia lakukan.

“Aldo?”

Aldo tergagap. James menganga seperti kuda nil. Sete­ngah meter di sebelah mereka, Sabrina memasang muka super imut sambil bersandar di pintu masuk.

“Aku minta maaf ya. Soalnya aku nggak lihat missed call kamu kemarin.” Sabrina menghambur dan menyandar di lengan Aldo. Lagaknya manis. “Habis rapat pergi, yuk!”

Muka Aldo terlihat lega. “Aku udah dari pagi nungguin kamu.”

“Memangnya aku ke mana?” jawabnya berlagak inosen.

“Kamu menghilang,” sahutnya sambil tersenyum. “Setengah mati dicari dari weekend. Di sekolah aja nggak keliatan dari pagi.” 

Aldo menarik kursi dan duduk. Sebelah tangannya meraih rambut Sabrina yang tergerai, menyingkirkannya ke belakang telinga.

“Udah nggak ngambek sama aku, kan?”

“Siapa yang ngambek?” Sabrina menyahut. “Kamu?”

“Aku?”

“Iya. Kutunggu-­tunggu sampai ketiduran, kamu nggak ke rumah kayak biasa.” ia menarik kepalanya menjauh dari tangan Aldo. “Kamu lupa ya, kalau kemarin malam Ming­gu?”


“Hei! Aku berjuta-­juta kali SMS, BBM, dan missed call nggak kamu balas.”

“Ke rumah dong. Usaha! Katanya kalo sayang, sampai nyawa juga diserahin.” Sabrina mendengus. 

“Aduh. Mulai lagi.” Aldo mengerang. 

Seakan mengendus sesuatu yang akan terjadi, James keluar ruangan tanpa pamit.

“Jangan ngeles, deh.” Sabrina mulai berakting. “Kamu yang bilang kalau kenal aku seratus persen, secara udah pacaran dari kelas satu. Masa gara-­gara kejadian kecil jadi nggak malam mingguan?”

“Loh? Kamu yang kabur waktu hari Jumat. Inget nggak?”

“Ya, bujuk dong. Dateng ke rumah. Bawa bunga. Krea­tif dikit.”

Aldo menganga lebar. “Kamu tahu nggak, berapa kali aku missed call kamu? Delapan belas kali! Sms lebih dari dua puluh. Nggak dibalas. BBM juga dicuekin. Masa aku nekat datang? Bisa-­bisa diusir pulang nanti.”

“Yeee… itu sih namanya pengecut.”

Aldo menaikkan alis. “Jangan ngajak berantem, Sa.”

Sabrina terdiam. Salah omong. Seharusnya ia nggak se­gitu kasar.

“Mau berantem sih, gampang.” Sabrina melenggok pongah. “Cuma kamu yang rugi. Sogokan buatku mahal loh.” Ia melirik Aldo dengan sudut matanya. “Jadi mending sebelum aku mulai ngambek lagi, kamu minta maaf deh sekarang.”

“Kenapa aku yang minta maaf? Emangnya aku salah apa?”

“Nggak usah nanya-­nanya lagi!” Sabrina menyahut ke­tus. “Sekarang cepet bilang kalo kamu minta maaf.” 

“Eh, enak aja…”

“Cepet bilang!”

Aldo menganga lebar. “Kok maksa sih?”

“Ya udah, kamu dimaafkan.”

“Haaah?”

“Aku memaafkan kamu, Sayaaang...” Sabrina menda­dak mendayu­-dayu. “Nggak perlu diungkit-­ungkit lagi yang kemarin. aku udah nggak marah lagi sama kamu.”

Aldo mengernyit. Percakapan yang aneh. Cewek yang satu ini memang nggak pernah mau mengaku salah, atau menyelesaikan konflik dengan sebuah pengakuan. Pasti akhirnya ngomong muter­muter nggak keruan dan me­lempar kambing hitam ke orang lain. Lalu seluruh keab­surdan itu akan diakhiri dengan bermanja­-manja dengan suara yang dibuat-­buat, seolah tidak pernah ada apa-­apa di antara mereka.

“Jadi....” Sabrina menyandar ke lengan Aldo. “Tadi kamu mau bilang apa? Mau ajak jalan aku ke mana?”

Enngg... nggak ngajak ke mana-­mana.”

“Tadi yang kamu masukin ke tas apa? Sini lihat.”


“Ini...” Suara Aldo terhenti. Sabrina menarik buku dengan logo Pelita Nusa dari dalam tasnya.

“Nggak disampul. Nggak ada nama.” Sabrina membo­lak­-balik buku catatan biologi itu. “Tulisan cewek sih. rapi.”

“Punya Camm.”

Alis Sabrina terangkat sebelah. “Ngapain buku Camm ada di tasmu?”

“James yang kasih. Katanya ketinggalan di perpus.” Aldo menyambar buku itu dari tangan Sabrina dan mema­sukkannya kembali ke dalam ransel. “Mau aku kembalikan ke kosnya. Kan besok ulangan.”

“Kamu mau ke kos Camm???” Sabrina membelalak. “Nggak boleh!”

“Loh? Kenapa?”

“Karena... karena...” Sabrina gelagapan. “Karena aku mau ke sana. Mau pinjem.... Eh, tukeran komik. Jadi aku aja yang balikin ya!”

Lebih baik mengajukan diri daripada Aldo yang datang ke kos Camm. apalagi tempat kos kan nggak ada yang jaga. Isinya cewek­cewek liar semua. Udah pasti.... Uh! Sabrina bergidik membayangkan adegan yang mungkin terjadi di kos. Mungkin pegang­-pegangan, atau malah lebih parah.

Aldo berdiri depan Sabrina dengan muka bingung. Tapi akhirnya, buku catatan itu sukses berpindah tangan.

“Tahu alamatnya kan?” Aldo mengamati Sabrina de­ngan pandangan menyelidik.


Lagi-­lagi Sabrina gelagapan. “Sebenarnya, lupa.”

“Pokoknya habis Soto Dudung belok kiri….” Melihat Sabrina mengernyit, Aldo terkekeh sendiri. “Aku lupa ka­lau kamu nggak pernah makan di pinggir jalan.” Cowok itu meraih secarik kertas dan pulpen lalu mulai menggambar peta. “Setelah ITC Roxy Mas belok kiri. Cari pasar malam. Ke kanan sebelum Sevel. Tinggal cari nomor 27. Oke?”

“Oke.”

“Seberang kosnya ada kantin mi Bangka, yang pagarnya warna kuning.”

“Oke.”

“Titip salam buat Camm, ya. Bilangin James yang ne­muin bukunya di perpus.”

“Nggak mau titip beliin bakmi sekalian?”

“Hush! Ngawur....”

***

Ilustrasi cover oleh: Lidia Puspita (@lidiapuspita)

Hai, guys!
Gimana cuplikan cerita dari buku Hujan dan Pelangi di atas? Penasaran sama kelanjutannya? Yuk baca novel Hujan dan Pelangi! ;)

Hujan dan Pelangi merupakan salah satu dari Clara Ng Book Project. Clara Ng Book Project adalah program yang diadain sama PlotPoint Workshop & Plotpoint Publishing mulai tahun lalu. Jadi, para alumni kelas WORKSHOP NOVEL PLOTPOINT bersama Clara Ng, kita bikinin program penerbitan novel. 

Di sini, para alumni kelas diminta untuk bikin kelompok untuk mengerjakan naskah yang akan diterbitkan menjadi sebuah buku. Selama pembuatan buku ini, mereka didampingi oleh Clara Ng yang juga bertindak sebagai EDITOR.

Ini hasil dari Clara Ng Book Project:
- TIGA BURUNG KECIL 
- HUJAN DAN PELANGI 
- SKETSA TERAKHIR 

Sinopsis
Bagi Sabrina, Cammile adalah awan mendung di hari cerahnya. Oh, ralat, Camm ibarat hujan badai penuh petir yang bikin banjir mendadak. Kenapa? Karena sejak ada Camm hidupnya berubah total. Dia bukan lagi “queen bee” di sekolahnya, sahabatnya, Patrice, mendadak jadi musuh yang menyebalkan dan Aldo, pacar sekaligus bintang di sekolahnya, kini seperti orang yang tak dia kenal. Bahkan hubungan Sabrina dengan Ayahnya juga ikut berantakan.

Bagi Camm, Sabrina adalah pelangi di hari yang amat cerah.  Pelangi selalu mencuri perhatian dari indahnya cerah hari. Itulah Sabrina bagi Camm: cewek yang merasa dirinya pusat semesta dan titik dari segalanya. Bagi Camm, yang anak baru di SMA itu, justru ini saatnya untuk mengambil semuanya dari Sabrina.  Tak ada juga yang dia pertaruhkan. Ibunya juga sudah meninggal dunia. Siapa yang bisa melarang anak 
sebatang kara?

Hidup Sabrina dan Camm kini mendadak berada di bawah “langit” yang sama. Berselang-seling di antara dentam musik group dance, bel sekolah, dan rahasia besar di antara mereka berdua.














Wednesday, May 22, 2013

[LIPUTAN EVENT] PREMIERE FILM PINTU HARMONIKA


Halo!

Akhirnya film PINTU HARMONIKA diputar secara perdana tadi malam. Tim PlotPoint bersama penulis buku PINTU HARMONIKA, Clara Ng & Icha Rahmanti, juga turut hadir buat menyaksikan film yang disutradarai oleh 3 sutradara perempuan: Luna Maya, Sigi Wimala dan Ilya Sigma.

Di acara ini juga turut hadir para penulis skenario filmnya, guys. Ada Gina S Noer, Bagus Bramanti, Piyu Syarif & Rino Sarjono. Selain itu, tim PlotPoint juga melihat penampakan beberapa filmmaker seperti Joko Anwar. Wih! rame!

Tapi yang gak kalah seru adalah kemunculan pemeran karakter-karakter dalam cerita Pintu Harmonika, guys! Tim PlotPoint jadi bisa ngeliat gimana sih Rizal, Juni & David dalam versi filmnya :D Seru juga rasanya bisa melihat bagaimana cerita yang sudah kita baca di buku muncul sebagai film, guys. Bahkan beberapa dari tim PlotPoint gak kuasa menahan air mata ketika menonton film ini. Karena selain terharu, beberapa bagian di film sungguh bisa bikin kamu terbawa ke dalam cerita dan merasakan apa yang dirasakan karakter-karakter di dalamnya.

Nah, buat kamu yang gak bisa hadir di acara tadi Malam, tenang.. Seperti biasa PlotPoint udah nyimpenin foto-foto khusus buat kamu pecinta PINTU HARMONIKA. Ini dia:


Tim penulis skenario film duduk bareng 
Icha Rahmanti yang nulis novelnya


Begini nih suasana di dalam bioskop 
sebelum pemutaran perdana film Pintu Harmonika


Ini dia geng penulis skenario!


Mba Icha Rahmanti yang menulis novel Pintu Harmonika. 
Hmm.. Mba Clara Ng nya mana ya?


Nonton bareng keluarga! 
Yep! Ini film keluarga kok guys ;D


Tim film Pintu Harmonika 
memberikan sambutan sebelum film diputar


Ini dia Rizal-Juni-David versi filmnya! Yeeay!


Jenny Chang berperan sebagai Ibu David. 
Luar biasa loh aktingnya kak Jenny! 


Karina Salim yang berperan jadi Chyntia,
si cewe yang ditaksir berat sama Rizal :)


Luna Maya. 
Sutradara & Produser film Pintu Harmonika


Sigi Wimala, yang menyutradarai 
bagian cerita David. Keren!

Nah, itu tadi beberapa foto yang bisa kami share guys. Buat kamu yang penasaran mau nonton versi filmnya, PINTU HARMONIKA akan mulai diputar mulai 23 Mei 2013 di bioskop. Nah, karena ini film keluarga, kamu bisa kok ngajak keluarga kamu untuk ikutan nonton. Yang mau baca bukunya dulu sebelum nonton juga bisa. Biar makin seru pengalaman PINTU HARMONIKAnya ;D

PALING BANYAK DIBACA

How To Make Comics oleh Hikmat Darmawan