Halo!
Beberapa waktu yang lalu, PlotPoint merilis sebuah novel omnibook berjudul Blue Romance. Omnibook ini berisi kumpulan cerita pendek yang diikat dengan satu benang merah. Nah, di Blue Romance, yang menjadi benang merahnya adalah kafe Blue Romance itu sendiri.
Kali ini PlotPoint akan mengajak kamu untuk ngobrol bareng Sheva, si penulis Blue Romance. Cari tau yuk apa yang menginspirasi Sheva untuk menulis dan menciptakan dunia penuh rasa seperti Blue Romance... :)
Hai Sheva… Cerita dong gimana sih awalnya kamu mulai menulis?
Awalnya mulai nulis sejak pelajaran mengarang untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia pas masih SD. Sejak kelas 5 SD, saya mulai rutin menulis buku harian. Isinya mulai dari curhatan nggak penting sampai cerita-cerita yang nggak pernah selesai (cuma mentok di deskripsi karakter ). Kelas 1 SMP, saya belajar tentang puisi, cerpen dan novel. Semuanya cheesy abis sih, hahaha.. Baru pas kelas 2 SMA, saya mau menulis secara serius.
Apa
yang menjadi inspirasi kamu ketika menulis?
Pengalaman pribadi, cerita dari teman-teman, film, musik,
dan buku. Inspirasi datang dari banyak indera, jadi setiap saya butuh inspirasi
ketika menulis, saya berusaha untuk lebih peka.
Gimana
dengan Blue Romance? Apa yang membuat kamu memutuskan untuk menulis cerita ini?
Saya menulis Blue Romance sejak saya kelas 2 SMA,
sejak saya nonton film "My Blueberry Nights" arahan sutradara Wong
Kar Wai.Karena coffeeshop dalam film itu keren banget, saya jadi membayangkan coffeeshop
seperti itu di Jakarta. Dari situ, saya membuat cerita pertama yang jadi
cikal bakal Blue Romance.
Waktu itu cerita
pertama yang saya buat judulnya "Share The Couch" dengan setting di
sebuah coffeeshop yang namanya ganti-ganti sampai akhirnya jadi Blue Romance.
Ceritanya nggak saya selesaikan. Tapi saya terlanjur jatuh cinta banget dengan
Blue Romance. Saya membuat cerita berikutnya, yang menurut saya lebih menarik,
dengan judul "A Farewell To A Dream".
Rupanya, menulis satu
cerita tidak cukup. Blue Romance seperti meminta saya menuliskan lebih banyak
cerita. Maka, saya membuatkan cerita-cerita lain, dengan setting yang
sama.
Kenapa
dibuatnya cerita-cerita pendek?
Blue Romance pertama kali dibuat dengan cerita
pendek. Saya tidak bisa membayangkan untuk menuliskan Blue Romance hanya dari
satu sudut pandang saja. Blue Romance punya banyak sisi yang bisa digali. Blue
Romance punya kenangan tersendiri bagi setiap karakter yang ada di dalamnya.
Karena itulah saya mempertahankan Blue Romance sebagai sebuah cerita yang
terdiri dari kepingan-kepingan cerita.
Ceritain
dong proses kamu menulis setiap cerita di sini?
Cerita pertama yang saya buat itu sebenarnya berjudul
"Share The Couch" di tahun 2009, saat saya kelas 2 SMA. Premis cerita
ini akhirnya saya pecahkan menjadi dua cerita pada akhirnya: "Rainy
Saturday" dan "A Tale About One Day" yang selesai menjadi cerita
utuh saat awal kelas 3 SMA.
Cerita "A Farewell To A Dream" punya usia
yang cukup lama. Cerita ini selesai lebih dulu sebelum "Rainy
Saturday" dan "A Tale About One Day". Saya ingat banget, saat
saya membuat cerita ini, Jakarta lagi mendung parah :p
Lalu, saya membuat dua cerita lain dengan setting di
Blue Romance, yang akhirnya tidak jadi saya masukkan ke buku. Namun, salah satu
ceritanya memiliki setting di Bibliomania, perpustakaan menjadi cikal bakal
cerita "The Coffee & Cream Book Club".
Tahun 2010 akhir sampai 2011 awal, saya tidak menulis
cerita dengan setting di Blue Romance lagi. Saya mencoba menulis cerita lain
dan menyisihkan Blue Romance (iya, saya kejam banget). Ketika salah satu cerita
pendek saya dimuat di majalah, saya -didukung oleh keluarga saya, bertekad
menjadi penulis serius. Ketika ada sebuah lomba naskah untuk pembaca muda, saya
ingin mendaftar, tapi tidak punya naskah. Lalu, Blue Romance "kembali
beroperasi" :)
Tahun 2011 akhir, saat lomba itu diadakan, saya
menambahkan satu cerita lagi (supaya jumlah halamannya cukup :p) dengan judul
"Blue Moon". Saya membuat cerita ini untuk kedua orangtua saya.
Setelah dikirim, pengumuman di bulan Januari 2012
mengatakan bahwa naskah saya tidak menang. Saya terpikir "mungkin tulisan
gue kurang matang, jadi gue harus ikut kursus". Saya tahu account
PlotPoint karena dulu memang terpikirkan untuk mendaftar. Eh, ternyata
PlotPoint sedang mencari naskah. Setelah membuang rasa malas dan rasa menyerah,
saya kirim naskah saya, dan ternyata diterima :""")
Setelah memeriksa lagi naskah saya, dua cerita yang saya
buat, menurut saya jelek. Karena itu, saya minta mbak Gina untuk kasih saya
kesempatan untuk menulis tiga cerita baru. Maka, saya memasukkan cerita
"Happy Days", yang awalnya saya tulis dalam Bahasa Inggris untuk dikirim ke
sebuah surat kabar yang menggunakan bahasa tersebut.
Saya juga memasukkan cerita "1997-2002" yang saya
buat untuk saya kirimkan ke sebuah majalah remaja. Cerita ini dibuat setelah
saya menonton ulang serial Jepang "Long Vacation" yang sangat saya sukai
sewaktu SD. Lalu, saya follow account Twitter @Generasi90an . Account Twitter
ini keren banget. Tweet-tweetnya memperkaya referensi saya selama menuliskan
keasyikan dari masa SD tokoh-tokoh utamanya.
Cerita "The Coffee & Cream Book Club" adalah
cerita paling akhir yang saya tulis. Untuk mempertahankan setting Bibliomania,
saya membuat cerita mengenai karakter yang cinta banget sama buku. Book club di
Goodreads yang saya ikuti, "Indonesians Who Love English Books" waktu
itu sedang membahas sebuah buku keren karangan John Green (penulis favorit
saya!) dalam sebuah diskusinya. Diskusi itu saya jadikan tonggak dari cerita
ini.
Selama menulis cerita-cerita dengan setting di Blue Romance, saya
merasa seneng banget. Saya suka banget dengan tempat ini. Menuliskan
karakter-karakternya sangat membuat saya senang. Proses menuliskan
cerita-cerita di dalamnya makan waktu bertahun-tahun. Tanpa disadari, Blue
Romance sudah menjadi tempat yang nyata buat saya :")
Dari
beberapa cerita di Blue Romance, ada gak yang paling personal buat kamu?
Kenapa?
Semua cerita dalam buku ini sebenarnya memiliki sisi
personal tersendiri buat saya. Tapi, yang paling berkesan karena menyangkut
urusan hati (hahaha, I know, curcol banget..), saya pilih " A Farewell To
A Dream", "The Coffee & Cream Book Club" dan "Blue
Moon". Saya benar-benar sedang merasakan perasaan kompleks antara sedih
dan ikhlas saat saya membuat cerita "A Farewell To A Dream", merasakan
bahwa ada beberapa hal yang harus kita terima sepahit apapun saat menulis
"The Coffee & Cream Book Club" dan merasakan betapa berartinya
keluarga untuk saya saat menulis "Blue Moon".
Dialog-dialog
di buku ini terasa sangat mengalir. Enak banget dibacanya… gimana caranya kamu
membuat dialog-dialog seperti itu? Belajar di mana? Hehe…
Saya memperhatikan dialog-dialog yang terjadi dalam
kehidupan nyata, yang terjadi di sekitar saya. Saya memperhatikan saat saya
bercakap-cakap dengan orang lain. Saya juga belajar dari film. Saya suka film
yang "banyak ngomong". Dialog-driven movie sangat membantu saya dalam
membuat dialog yang enak dibaca.
Setelah
Blue Romance.. Apa lagi yang ingin kamu tulis?
Tahun ini, saya genap berumur 20. Saya ingin membuat
cerita tentang masa-masa dimana kita banyak memiliki pertanyaan, punya
kegelisahan, dan punya banyak hal yang ingin kita bagi. Semacam cerita-cerita
coming-of-age gitu. Mohon dukungannya supaya buku kedua bisa segera terbit :D
Ini
salah satu pertanyaan yang banyak ditanyain sama teman-teman yang sedang
berusaha menulis: “Gimana caranya ngebangun mood untuk menulis?” Bisa dibantu?
Hehehe…
Harus pinter-pinter sih membangun mood. Berperang
dengan rasa malas untuk mengetik adalah hal yang paling sulit, terutama ketika
lagi mentok ide. Biasanya saat mood lagi runtuh, saya cari tempat yang enak buat
nulis, entah di ruang tamu, perpustakaan kampus atau coffeeshop. Mencoba
mencari scene favorit dari sebuah buku maupun film juga sangat membantu,
terutama jika buku dan filmnya nyambung dengan tema yang kita angkat. Kalau
masih belum membantu, biasanya sih saya makan. Mengunyah membantu saya
menghasilkan ide. Perut kenyang, hati senang, otak pun lebih cemerlang.. hehe…
Ada
advice buat teman-teman di luar sana yang sedang memulai untuk menulis atau
sedang berjuang untuk menerbitkan buku?
Jadilah peka untuk mulai menulis. Menjadi peka
adalah kunci tulisan yang baik. Saya sempat ngetweet, bahwa sejak dulu, saya
selalu ingat bahwa rasa optimis bisa menjadi penulis, muncul karena banyak
latihan menulis. Supaya bisa banyak menulis, kita harus yakin bahwa kita adalah
penulis, walau karya kita belum diterima. Jadi, yakinlah dan menulislah.
Ingin kenal lebih dekat dengan Sheva? Kamu bisa mengunjungi blognya: kepikbadut.tumblr.com atau follow Sheva di twitter dengan akun @dearsheva.
Omnibook novel Blue Romance sudah tersedia di toko-toko buku di seluruh Indonesia.
Selamat datang di Blue Romance, sebuah coffe shop yang buka setiap hari, dan mungkin kau lewati hari ini.
Blue Romance menyediakan kopi ternikmat dan sahabat saat kau dituntut untuk terus terjaga. Blue Romance juga punya banyak cerita. Ada kisah jatuh cita dan patah hati, perpisahan dan pertemuan kembali. Kisah-kisah ini berbalut kafein dan aroma kopi, berderai tawa dan tangis, di sela desis coffe maker.
Seperti Latte, Affogato, Americano, dan Espresso, setiap kisah punya kopinya sendiri. Kisah mana yang cocok dengan kopimu?
Salam kenal,
ReplyDeletehttps://www.facebook.com/pelukisawanlangit?ref=tn_tnmn
buat kk Sheva keren" :D anda sangat mengispirasi saya untuk jadi penulis
ReplyDelete