Sunday, March 25, 2012

Sugali


Oleh: @sbdrmnd


Cerita hari ini adalah cerita biasa tentang hari tuanya Sugali, orang kampung biasa memanggilnya Gali. Kek Gali. Kakekku. Lebih tepatnya kakek tiriku, dan lupakan soal gelar tiri dibelakangnya. Itu tidaklah penting.

Seperti senja kemarin, kek Gali ajak aku duduk di serambi depan. Ada tiga cangkir di atas meja yang sama tuanya dengan usia kek Gali. Satu untuknya, satu untukku (meski ia tahu, aku tak akan meminumnya) dan satu untuk lukisan perempuan cantik di sisinya. Perempuan yang menurutku aneh, terlalu bersahaja. Tanpa kalung emas menjuntai, tanpa gelang perak merambat di lingkar tangannya, tanpa gincu, bedak dan segala benda yang biasa di pakai mpok Sirem, rentenir tua di kampungku. Tidak seperti mpok Sirem yang gemar mengeksploitasi tubuhnya sendiri agar terlihat cukup, perempuan dalam lukisan itu sepertinya memang sudah cukup seperti itu. Cukup tersenyum seperti itu. Dan seperti kebanyakan lukisan lainnya, lukisan perempuan itu pun tidak minum teh. Namun tetap saja kek Gali meletakkan secangkir teh dihadapannya. Lukisan perempuan itu adalah nenekku. 

Kek Gali mengangkat secangkir teh hangat. Keriput tangannya bergetar seiring dengan laju gelas menuju tepi bibirnya. Namun senyumnya merekah; serasa semua melambat dan ratus-titik-kenangan muncul satu persatu. 

Kek Gali membakar rokok kreteknya, ratus-titik-kenangan itu mulai menggagahi wajahnya. Matanya jadi terpejam. Kembali ia pada suatu masa di mana Gali muda adalah seniman terhebat, seniman yang karyanya dibicarakan oleh jutaan orang. Patungnya di buru seperti paus biru. Lukisannya di pajang di istana, di kamar tidur bahkan di kamar mandi raja-raja. Siapa tak kenal Sugali? Bahkan jika kamu bisa bertanya pada seekor semut pun, mungkin semut akan mengenalnya. Sugali si Seniman Istana.

Pada suatu siang, Gali muda yang ingin melukis gunung pergi ke sebuah desa. Desa Althea. Desa terjauh dari kota, desanya para budak. Sesampainya di desa itu, ia langsung menyewa sebuah rumah milik warga yang menghadap gunung. Namun hingga petang menjelang, kanvasnya masih kosong. Pandangannya mulai lelah ketika seorang perempuan masuk membawakan secangkir teh hangat, lengkap dengan asapnya, perempuan berusia dua puluhan itu cantik sekali. Lebih cantik dari lukisan bidadarinya di rumah, lebih cantik dari seluruh objek perempuan yang pernah ia lukis dijadikan satu. Rambutnya yang kecokelatan berpadu dengan oranye senja dan seolah gunung yang akan di belakang kehilangan makna indah.

“Maukah kamu menjadi objek lukisanku?” tawar Gali.
Perempuan itu hanya mengangguk kecil.
“Duduklah di kursi itu….” Perintahnya, perempuan itu pun menurut. Ia berjalan perlahan menuju kursi.
“Tersenyumlah!”

Nampaklah dihadapan Gali muda, senyum terindah yang pernah ia lihat. Senyum tipis, indah, dan misterius, seperti nebula Mata Kucing. Gali memutuskan untuk melukis bibirnya terakhir, karena jujur saja itu bagian tersulit. Ia mulai dari mata, menuju hidung, rambut hingga pakaiannya. Hatinya berkata, ini akan menjadi lukisan terindah yang pernah ia buat. Sesaat sebelum ia menggoreskan cat untuk melukis senyum perempuan itu, perempuan itu mati. Mati tanpa sebab. Matanya terpejam. Perempuan itu terjatuh dari kursi. Anehnya, senyum itu tak berubah. Tidak bergeser sedikitpun. Masih sama indah ketika ia hidup. Mati, dan hanya Gali muda yang ada di situ…

Malam kian menua. Dalam perjalanan menuju kota dengan kereta kuda, Gali muda terus mendekap lukisannya. Rahasiakan. Rahasiakan. Gumamnya pada dirinya sendiri.

Raja Hobes I berkunjung keesokan harinya, tepat ketika Gali muda sedang mengagumi lukisan Perempuan Tersenyum di dinding rumahnya. Tak lama kemudian Raja Hobes I keluar lagi, membawa lukisan Perempuan Tersenyum itu. Ditinggalkannya Gali muda yang nyaris mati dipukuli para pengawal karena bersikeras menolak lukisannya di beli. Sementara itu di desa Althea terjadi peristiwa menggemparkan, tubuh seorang perempuan di temukan mati tergeletak di atas tempat tidur dalam sebuah kamar yang memperlihatkan pemandangan gunung, hal biasa bagi para budak jika mati setelah mendapat kunjungan dari orang lingkungan kerajaan. Yang membuat matinya menjadi luar biasa adalah, bibir perempuan itu hilang. Hilang. Berganti lukisan bibir dari cat minyak. Tak ada yang mengira bibir itu hasil lukisan cat minyak, sampai seorang anak kecil tanpa sengaja menumpahkan minyak ke wajah perempuan malang itu. Anak itu berusaha membersihkan wajah perempuan itu dengan kain, dan terkejutlah ia ketika mengelap bagian bibirnya. Bibir itu luntur.

Kabar menghebohkan itu cepat sekali menyebar sampai lingkungan istana. Raja Hobes I yang ketakutan, menyuruh orang-orang suci untuk segera mengamankan lukisan itu dan memerintahkan pengawal untuk menangkap Gali muda. Seniman itu di tuduh melakukan praktek sihir dan sebagaimana nasib ratusan orang yang di tuduh penyihir, mereka akan di bakar hidup-hidup. Terlambat, Gali muda sudah kabur dari rumahnya. Ia bukan penyihir, dan lukisannya tak mengandung sihir apapun. Hanya sebuah senyuman yang ingin ia abadikan. 

Sekian waktu berlalu, tersiar berita bahwa bibir itu memiliki kekuatan gaib dan bisa membuat si pemiliknya cantik pula hidup abadi. Beberapa kali terjadi percobaan pencurian. Mereka yang terobsesi dengan sihir, tak peduli lukisan itu ada di kamar sang raja atau di sarang piranha, mereka tetap akan mencurinya. 
Kabar itu sampai di telinga Gali. Gali sebenarnya tak kabur terlalu jauh, ia melukis wajahnya sendiri. Menambahkan kumis dan jenggot. Kini, tak satupun orang mengenalinya sebagai Gali si Seniman Istana melainkan Ali si budak pelabuhan. Ia bekerja sebagai budak di pelabuhan kerajaan.

Sejak Gali mendengar kabar bahwa lukisan itu berhasil di curi. Ia gelisah. Berdoa sepanjang malam. Malam itu Gali tak bisa tidur, ia memikirkan lukisan Perempuan Tersenyum miliknya, mulutnya tak henti-hentinya memanjatkan doa. Dan entah Tuhan mengabulkan doanya, kebetulan, atau memang takdir atau apapun kamu menyebutnya, lukisan itu kini berada tepat dihadapannya. Lukisan itu tergeletak begitu saja di tempat sampah pelabuhan. Sungguh heran, hanya bagian bibirnya saja yang hilang, sisanya masih utuh dan masih indah meski ada yang kurang tanpa senyuman itu. Orang gila macam apa yang nekat mencuri di istana hanya untuk mengambil bibir itu? Pikirnya. Gali membawanya pulang. Meletakannya di bawah tempat tidur. Gali berjanji tak akan kehilangan lukisan itu untuk kedua kali....


Kini Gali muda sudah tua, Punggungnya sudah tidak lagi tegap, susah payah pula ia menopang tubuh ringan-kurus itu, benar terasa sudah tidak lagi ringan. Tetapi ajaib, ketika menceritakan kisah itu padaku di temani lukisan Perempuan Tersenyum yang kini bibirnya sudah ada pada tempatnya lagi, ia nampak lebih muda.

“Kau pasti bertanya-tanya, bagaimana bibir yang sedang tersenyum itu kini berada di lukisan ini lagi, bukan? Lukisan perempuan yang bahkan tak ku ketahui namanya ini…” kek Gali seolah mampu membaca pikiranku, ia melanjutkan 

“Pada suatu hari, kapal kami berlayar ke sebuah negeri yang jauh. Sesampainya di sana, entah kenapa aku ingin mengunjungi rumah ibadah. Mungkin rindu, entahlah….aku memasuki rumah ibadah dekat pelabuhan, belum sempat aku berdoa sampai kedua mataku tertuju pada sebuah kotak kaca di sudut ruang peribadahan itu. Terkejutlah aku, di sana, di dalam sebuah kotak kaca, senyum itu mengembang cantik sekali, ditemani ayat-ayat pengusir roh.

“Aku heran, bagaimana mungkin senyum seindah ini di tuduh mengandung roh jahat. Apakah mereka buta? Jadi ku pikir, percuma bila bibir yang sedang tersenyum itu diletakkan di sana hanya untuk ditakuti saja. Mungkin menurut mereka senyum itu misterius dan memiliki maksud tersirat, sebab di atas kotak kaca itu terdapat tulisan 'Senyum Iblis'. Entah bagaimana mereka menafsirkannya, padahal, aku sendiri yang menempelkan senyum itu dulu, tidak bermaksud apa-apa…aku hanya ingin mengabadikannya dan tidak mau senyuman terindah itu lenyap di makan belatung atau cacing tanah.”

Kek Gali menatapku,
“Dan ya, harus ku akui mungkin caraku salah…”

Matanya mendelik. Ia mengambil sebatang rokok lagi, kemudian membakarnya.

“Ku lukis sebuah kotak kaca lengkap dengan ayat-ayat pengusir roh dan bibir yang sedang tersenyum, meski senyum itu tak sama persis, tak memiliki roh, tapi aku yakin tak akan ada yang menyadarinya. Sebab lukisan kotak kaca itu sama persis kecuali bibir yang sedang tersenyum itu. Ah, andai saja aku mampu melukiskan senyum itu dengan baik, tak mungkin aku harus mencuri bibir pemiliknya dulu, dan itu mungkin dosa terbesarku.”

Tehnya sudah tak lagi hangat, asapnya sudah pergi beberapa menit yang lalu. Kek Gali tetap menikmatinya. Sama saja.

“Setelah aku berhasil menyelundupkannya ke kapal, aku kembali lagi ke rumah ibadah itu. Memohon ampun, ah, begitulah manusia bukan? Setelah menyadari kesalahan yang mereka lakukan, mereka mengiba, memohon ampun pada Tuhan. Entah Tuhan mengampuni atau tidak, manusia hanya tahu Tuhan maha pengampun...dan senyuman ini, nak” matanya menatapku tajam, “ia tak memiliki kekuatan sihir. Seperti senyuman yang lain, ia bisa memperkaya orang yang melihatnya tanpa membuat miskin orang yang memberikan senyum.

“Senyuman tak bisa di beli, anakku, meski Raja Hobes I sanggup membeli ratusan budak untuk dijadikan pembantunya, ia tak akan pernah bisa membeli senyuman. Senyuman tak bisa dipinjamkan, apalagi disewakan, senyuman hanya bisa di bagi…”

Rumah ini dibalut penuh oleh udara yang bercampur wangi kayu, juga wangi cat minyak. Aroma yang sama sejak kali pertama kek Gali memutuskan untuk tinggal di sini bertahun-tahun yang lalu, ah tentu saja, sudah sangat kuhapal benar baunya, Tidak hanya aku, patung-patung yang lain juga pastilah sangat hapal benar wangi ini. Wangi yang sejak kami di ciptakan oleh kek Gali sudah seperti ini. Matahari tak akan pernah meninggi, tak akan pula benar-benar tenggelam. Ia akan tetap di sana, antara timbul dan tenggelam. Tertahan di posisi itu. Tak ada yang pernah bilang bahwa lukisan bisa menenggelamkan seseorang.


***

Lukisan Langit....Lukisan Mpok Sirem Si Rentenir. Lukisan Istana Raja Hobes I. Lukisan Raja Hobes I. Lukisan Kereta Kuda. Lukisan Jembatan. Lukisan Desa Althea. Lukisan.... Lukisan.... Lukisan.... 

Mata pemuda itu terbuka, dihadapannya masih terpampang sebuah lukisan cat minyak. Lukisan seorang lelaki tua sedang duduk menikmati senja sambil menikmati teh dan sebatang rokok terselip di jarinya, sebuah patung anak kecil di sebelah kanannya dan lukisan perempuan tersenyum di sebelah kirinya. Si lelaki tua kelihatan sedang berbincang sendiri.  Tiga cangkir teh tersaji di atas meja kayu. Wajah lelaki tua itu kelihatan sangat bahagia.  Dan mata patung anak kecil yang melihat ke arahnya...pemuda itu baru menyadari apa yang terjadi barusan, antara mabuk dan sakit jiwa memang sulit dibedakan, tetapi ia sangat yakin. Lukisan itu bercerita padanya.

Dengan ragu, pemuda itu mendekat untuk membaca nama pelukisnya…Sugali.


@sbdrmnd|http://manuskriphujan.blogspot.com/2012/03/sugali.html

SENYUM KAYLA


Oleh:  @juzzyoke

“Cerita hari ini tentang apa Bunda?” tanya Kayla, putriku itu, dengan semangat. Dia memang suka sekali jika aku mendongengkan cerita sebelum akhirnya ia terlelap. Sementara aku akan mengusap rambutnya, menciumi dahinya, memberikan ia kasih sayang sementara ia sendiri mungkin tak merasakannya. “Aku mau bunda aja yang bercerita,” ujar Kayla dengan semangat. “Bukunya nggak usah.” Ia berkata sambil mendorong buku-buku cerita yang sebenarnya sudah kusiapkan di pangkuanku. Kemudian ia yang sekarang meletakkan kepalanya di atas pahaku, dan kini Kayla memandangiku dengan mata penuh kepolosan dan senyumannya yang paling manis, berharap aku bisa memperdengarkan sebuah kisah terbaik sepanjang masa. Melihat seulas senyum lugu itu, aku jadi terinspirasi untuk membuat dongeng yang merupakan kisah nyata kehidupanku dan Kayla.
“Baiklah…kalau gitu, gimana kalau bunda cerita tentang anak gadis yang paling cantik sepanjang masa?!” Aku menawarkan.
Anakku itu mengangguk-angguk dengan semangat. “Nama gadis itu Kayla ya, Bunda?”
“Iya, boleh! Nama gadis itu Kayla!” Aku mengabulkan permintaannya.
Kayla begitu senang sampai ia bertepuk tangan, mendengar namanya adalah tokoh utama dongeng.
“Suatu hari, pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang gadis cantik sekali, bernama Kayla,” kataku memulai dengan gaya khas mendongeng. “Kamu tahu nggak, kenapa dia bisa menjadi gadis tercantik di negerinya?”
Kayla menggeleng saat aku bertanya.
“Karena dia punya senyum yang luar biasa menawan nan indah. Selain menghiasi wajahnya yang cantik, senyumnya yang manis bisa menenangkan hati yang sedih, senyum itu bisa menaklukkan musuh-musuhnya, dan berkat senyumnya, Kayla bisa menyelamatkan kehidupannya dan ibunya.”
Kayla-ku tercengang. Mungkin ia tidak menyangka bahwa efek seulas senyuman bisa begitu hebat.
“Nah, suatu hari, Kayla yang masih 6 tahun melihat ibunya menangis tersedu-sedu. Ibunya menangis karena mendapat kabar kurang baik dari keluarganya. Ayahnya sakit keras. Ia pun resah memikirkan ayahnya, atau kakek Kayla, yang sedang sakit keras itu. Ia sangat ingin menjenguk sebetulnya. Namun, karena mereka bertengkar dan tidak pernah bertemu selama 6 tahun lebih, sang ibu takut untuk pulang kerumah.”
“Lalu, tiba-tiba, Kayla mendatangi ibunya. Ia mendekat dan kemudian mengusap air mata sang bunda. Dan, ia pun memberikan senyum terbaik itu, senyum yang bisa membuat semua orang bahagia itu. Berkat senyum ajaib Kayla, si ibu jadi merasa kuat dan tegar, dan ia jadi berani datang ke rumah orangtuanya.”
“Terus, si Kakek Kayla di cerita itu marah nggak sama Kayla dan ibunya?” tanya Kayla penasaran.
“Nggak lagi. Kakek bahagia sekali karena bisa bertemu dengan anaknya dan cucunya setelah lama tak berjumpa. Apalagi Kayla dan senyum indahnya membuat kakek jatuh hati. Kakek sayang sekali sama Kayla. Karena senang, kakek berangsur-angsur sembuh. Akhirnya mereka pun tidak pernah bertengkar lagi sampai kakek dan nenek meninggal beberapa tahun kemudian.”
 “Nah, jadi kalau Kayla mau disayang sama orang, jangan sering-sering cemberut ya! Harus senyum yang tulus dari hati,” kataku menutup cerita karanganku. “Oke, karena ceritanya sudah selesai, berarti saatnya kamu tidur.” Aku mengangkat badan mungilnya dan menyelimutinya.
“Makasih Bunda, ceritanya bagus.” Aku tersenyum kecil dan mencium dahinya, dan tak lama, ia langsung tertidur pulas.
Sementara aku belum beranjak dari tempat tidurnya. Aku masih memandangi putriku yang besok akan berusia 17 tahun itu. Kaki-kakinya yang kurus karena lumpuh, dan wajahnya yang khas penderita down syndrome tidak membuat ia kelihatan cacat di mataku. Aku menitikkan air mata melihat putriku yang kecerdasannya seperti anak yang berusia 10 tahun ini. Mungkin ini akibat usahaku yang dulu ingin mengaborsi dia tapi gagal, dan kini, ia yang harus menanggung akibat perbuatanku. Namun, Kayla-ku adalah semangatku sehingga aku bisa hidup mandiri setelah diusir ayahku akibat kehamilanku yang diluar nikah. Kayla-ku adalah lenteraku saat aku hidup terlunta-lunta karena pacarku tidak mau bertanggung jawab. Kayla-ku selalu tahu saat aku dalam titik terendah dalam hidupku, dan tidak ada yang lebih hebat dalam menghilangkan kegundahan hati selain senyum Kayla. Termasuk, saat ia membuatku berani mendatangi ayahku dan pada akhirnya berhasil meluluhkan hati ayahku yang keras. Senyuman Kayla yang magis adalah segalanya bagiku. Jika ia menunjukkan senyum indah menawannya, maka tidak ada yang tidak mencintai Kayla.
@juzzyoke

Sehangat Senyumnya



Oleh: @WahyuSN



Pagi ini aku sudah duduk manis di kursi angkot. Ada di sebelah pak sopir yang kali ini seorang bapak berusia sekitar medio 50 tahun. Satu persatu penumpang yang menanti di pinggir jalan, naik dan duduk berjejer rapi. Tak butuh waktu lama, angkot terisi penuh.
“Selalu penuh ya, Pak?” Aku membuka suara.
“Kalo jam segini memang iya, Mbak. Jam berangkat dan pulang kantor, juga sekolah. Tapi yang sering sih, banyak kosongnya.”
Dia tersenyum. Aku mengangguk-angguk. Angkot masih berjalan. Penumpang naik turun naik silih berganti.
“Terus kalau kosong gimana, Pak?”
“Ya…sedapatnya, Mbak. Mau gimana lagi.”
“Rugi bensin, dong.”
“Kalau nggak jalan, juga nggak dapat apa-apa.”
Dia tersenyum. Aku hanya bisa menghela nafas. Seorang penumpang turun. Membayar ongkos. Pak sopir menerima sembari tersenyum dan berucap terima kasih. Angkot kembali melaju.
“Mbak kuliah?”
“Iya, Pak.”
“Nggak bawa kendaraan sendiri?”
“Enggak, Pak. Saya disini kost. Nggak bawa kendaraan. Dari kost sampai kampus cuma satu kali angkot. Lagipula kalau bawa kendaraan sendiri malah capek. Macetnya itu lho…”
Dia tersenyum. Angkot berhenti. Seorang ibu naik seorang diri. Tak lama, roda kembali berputar.
“Jadi ramenya cuma jam berangkat dan pulang kantor, Pak?”
“Iya, Mbak. Yaa…sama kalau hari Minggu atau libur. Kan trayek angkot ini lewat tempat pariwisata. Lumayanlah…”
Si bapak kembali tersenyum sambil menyebut salah satu tempat wisata tepi laut.
“Kadang juga suka ada yang carter. Ibu-ibu pengajian, atau rombongan keluarga, rombongan anak sekolah. Bahkan ada yang jadi kendaraan antar jemput buat pegawai-pegawai di mall.”
Aku manggut-manggut. Angkot berhenti. Seorang laki-laki menyodorkan uang dua puluh ribu rupiah. Pak sopir menggeleng, tak punya kembalian, lalu merelakan sang penumpang tidak membayar. Angkot kembali berjalan.
“Nggak apa-apa, Pak?”
“Maksud, Mbak?”
“Itu tadi. Nggak bayar.”
Dia tersenyum.
“Dia sudah niat bayar. Tapi saya nggak punya kembalian. Saya yang salah. Jadi ya nggak apa-apa.”
“Nanti yang lain ikut meniru, Pak.”
Dia tersenyum lebar.
“Moga-moga sih enggak ya, Mbak.”
Angkot masih melaju.
“Kalau sering sepi penumpang, setorannya gimana, Pak?”
“Untungnya angkot ini punya saya sendiri, Mbak. Jadi mau dapat rejeki berapapun, nggak terlalu pusing. Kalau dibandingkan sopir lain yang bawa angkot orang lain, mereka pasti bingung kalau sepi penumpang. Setoran nggak penuh, nggak ada juga rejeki yang dibawa pulang.”
“Waa…jadi bapak santai-santai aja dong…”
Dia tertawa.
“Nggak juga, Mbak. Kalau santai nanti nggak dapat rejeki. Keluarga di kasih makan apa?”
“Tapi setidaknya bapak nggak pusing soal setoran. Kan angkotnya punya sendiri.”
“Iya, sih. Angkot dibawa sendiri juga biar awet, Mbak. Kadang kalau dibawa orang lain suka nggak terawat. Bawanya juga ugal-ugalan.”
Masuk akal.
Tak terasa, kampus sudah di depan mata. Aku mengulurkan uang pas padanya.
“Terima kasih lho, Mbak. Rejeki kami ini lewat orang-orang yang masih mau naik angkot seperti mbak. Coba kalau semua orang bawa kendaraan sendiri. Dari mana lagi kami bisa dapat uang?”
Nelangsa dengarnya. Walau pak sopir berujar sambil tersenyum hangat. Semoga rejekinya selalu sehangat senyumnya. Senyum yang tak lekang oleh himpitan hidup. Senyum syukur atas pemberian Nya.
Demikian cerita hari ini milikku. Yang mengingatkanku untuk selalu bersyukur atas segalanya.

@WahyuSN  

http://wahyusiswaningrum.wordpress.com/2012/03/21/sehangat-senyumnya/

Berbagi itu Menyenangkan

Oleh: @Launa82


Hatiku senyum sepanjang hari. Bila digambarkan, kemarin hatiku seperti sekuntum bunga yang baru bermekaran. Ya itulah yang aku rasakan saat aku mengadakan kuis berhadiah buku antologi keduaku yang berjudul "Cinta Membaca 2" diblog pribadiku kemarin. Kemarin adalah salah satu hari yang paling membahagiakan dan pengalaman yang berharga buatku.

Meskipun baru pertama kali, tetapi orang-orang yang ikut berpartisipasi lumayan banyak. Sungguh senang sekali melihat banyak partisipan yang menjawab kuisku. Sampai-sampai aku dibuat bingung oleh jawaban mereka. Walau pun begitu aku sangat senang. Membaca jawaban serta melihat semangat mereka, membuatku tersenyum sepanjang hari.
Source: tasiaarozakiah.blogspot.com
"Wow! Semua pada semangat. Semua terlihat begitu antusias serta senang dengan kuis ini," pikirku.
Melihat semangat mereka dalam menjawab pertanyaanku, membuatku berpikir bahwa aku juga pasti akan seperti mereka jika mengikuti sebuah kuis. Apalagi jika hadiahnya sebuah buku.

Berbagi buku dengan mengadakan sebuah kuis memang hal yang simple dan kecil. Tetapi perasaan yang aku peroleh tidak bisa digantikan dengan sesuatu apapun. Selain itu, sulit untuk digambarkan lewat kata-kata. Perasaan bahagia tersebut hanya  bisa kita rasakan jika kita mengalaminya.

"Nanti bikin kuis seperti ini lagi aah... Seru banget!" ucapku dalam hati.
Aku senang dan aku bisa menyimpulkan bahwa cukup banyak orang yang suka membaca buku. Membaca buku memang hal yang masih jarang sekali dilakukan oleh banyak orang. Entah karena tidak menarik, tidak suka, atau pun alasan lainnya.

Padahal membaca itu sangat menyenangkan. Selain mendapat ilmu baru, kita juga bisa mengetahui bagaimana pemikiran serta pengalaman sang penulis. Dengan membaca maka pengetahuan pun akan bertambah. Itulah salah satu tujuanku mengadakan kuis berhadiah buku kemarin.

Aku berharap dengan membaca buku "Cinta Membaca 2", orang yang membacanya memperoleh banyak manfaat dan inspirasi. Serta semoga semakin banyak orang yang mulai cinta membaca. Kita tidak akan mendapatkan kerugian melainkan banyak keuntungan yang akan kita peroleh hanya dengan membaca.

#CeritaHariIni masih berhubungan dengan kemarin. Tadi siang aku mengumumkan kelima pemenang yang berhak mendapatkan buku "Cinta Membaca 2". Aku bisa merasakan kebahagiaan yang mereka rasakan. Walau hadiah dari kuis yang aku adakan kemarin hanya buku, tetapi mereka terlihat begitu senang dan excited.

Senyum simpul dapat terlihat dari wajahku ketika aku membaca jawaban-jawaban mereka yang bagus sekali. Jawaban-jawaban mereka pun telah membuatku berpikir keras. Entah berapa kali aku membaca jawaban mereka hanya demi menentukan jawaban terbaik dan sesuai dengan yang aku minta.

"Aduh... Jawabannya bagus semua. Aku bingung! Yang mana dong ini?? Kayanya yang ini dech atau yang ini ya??" pikirku saat membaca jawaban mereka berkali-kali sambil terus memilih.
"Semoga pilihanku tidak salah dan tidak ada yang kecewa," lanjutku dalam hati.

Akhirnya tadi malam aku putuskan untuk mengubah jumlah buku yang akan aku berikan dari dua eksemplar menjadi lima eksemplar. Keputusan yang sangat mendadak memang. Tapi jika aku hanya memberikan dua eksemplar, rasanya kurang adil. Karena kelima jawaban orang tersebut memang benar-benar menarik, unik serta mewakili jawaban-jawaban lainnya.

"Asyik ya berbagi buku begini. Melihat orang senang, hatiku juga ikut senang," ujarku.
Saking senangnya seakan aku ingin mengadakannya sesering mungkin jika aku bisa. Melihat respon dari para pemenang yang begitu senang ketika mengetahui dirinya menang, membuatku tersenyum kembali.

Senangnya hati ini bisa berbagi kepada orang lain dan membuat orang lain senang. Terkadang berbagi hal kecil pun bisa membuat tidak hanya diri sendiri senang, tetapi orang lain juga senang. Berbagi itu memang menyenangkan! ^_^

Cerita Pria yang Sulit Tersenyum



Oleh: @Phiproduction

Dari kecil dia didiagnosa mengalami penyakit kaku wajah. Orang biasanya mengalami ini hanya beberapa hari, tetapi dia sudah mengidapnya sejak kecil. Nama penyakitnya Bell Pasy. Dia menderita penyakit ini saat dia berumur enam tahun. Awalnya dia demam tinggi dan hampir terkena step, kemudian dapat sembuh setelah diberi obat dokter. Tetapi tidak diketahui setelah itu, bahwa obatnya mengalami efek samping hingga dia mengidap Bell Pasy. Dokter beranggapan ini hanya sementara tetapi ternyata dia mengidapnya permanen.
Sejak saat itu dia sangat sulit untuk tersenyum. Dia bisa berbicara tetapi dengan muka yang sangat kaku. Otot dimukanya hanya bisa menstimulus satu gerakan motorik sehingga bila dia merubah mimik mukanya secara dramatis, maka akan mengalami sakit yang luar biasa dan dia sulit untuk merubah kembali ke bentuk awalnya.

Sewaktu SD, banyak guru yang bilang dia adalah anak murung. Saat teman-temannya tertawa atau tersenyum menyapa guru, dia hanya bisa menyapa dengan tanpa ekspresi. Pribadinya bertambah keras karena ayahnya adalah seorang perwira polisi. Dia diajar sangat disiplin. Satu-satunya yang mengerti dia adalah ibunya. Ibunya adalah perawat dan tahu betul bagaimana di dalam hati anaknya itu sebenarnya lembut. Bila dia ditanya oleh guru yang penasaran mengapa dia selalu murung dan kurang senyum, maka dia akan menjelaskan ke guru bahwa dia mengidap penyakit aneh bernama Bell Pesy. Hingga akhirnya bayak yang menjuluki dia Pesy walaupun dia bernama Aditya.

Saat SMA Dia tumbuh menjadi pribadi yang pendiam dan pemalu. Pesy hanya memiliki beberapa teman. Berbeda dengan dirinya, kebanyakan teman-temannya  sangat doyan ngebanyol dan suka hal-hal yang berbau gokil.Teman Pesy hanya Didit. Dia duduk sebangku dan  sudah mengenal Pesy dari SMP. Dia juga tahu bahwa Pesy mengalami penyakit muka kaku dari kecil. Tetapi banyak teman-teman yang lain tidak begitu mempercayai cerita itu dan menganggap Pesy sombong atau sok tangguh. Sampai ada pentolan di sekolah itu bernama Nana yang penasaran dengan kebenaran bahwa Pesy sulit tersenyum.

Nana berpura-pura menantang Pesy untuk duel dengan memanfaatkan Didit. Suatu saat Didit datang ke kelas dengan muka takut dan memberitahu Pesy bahwa Nana menantangnya duel saat pulang. Sepulang sekolah Pesy bertemu dengan Nana di samping sekolahnya. Pesy sendirian karena Didit tidak berani menghadapinya. Nana dibantu oleh ketiga temannya yang juga menantang Pesy.“Heh.. Muka sepa’ nama lo kaya banci Pesy apa Pusy, bau Pesing gw dengernye. Ribut lo ma gw!” Nana mencela Pesy sebelumnya.

Pesy melihatnya tanpa ekspresi walaupun di dalam hati sebenarnya takut karena dia kalah jumlah. Begitu Pesy sudah memasang kuda-kuda tiba-tiba dari belakang ada yang menyergapnya dan dia menjadi tidak bisa bergerak. Ternyata banyak anak-anak lain yang juga penasaran ikut menyergapnya untuk mengetest pesy supaya tertawa terbahak-bahak dengan mengelitikinya. Diantaranya banyak juga cewek-cewek yang suka sama pesy, termasuk juga didit ikut membulying Pesy.

Pertama mereka mencabut sepatunya dan mengkelitiki kakinya dengan bulu ayam. Pesy hanya bengong dan tidak berekspresi sambil berontak. Melihat tidak mempan akhirnya perempuan-perempuan mulai bergerak. Dengan gaya centil mereka mengelitiki perut pesy, tetapi pesy hanya malu-malu tanpa bisa tersenyum. Akhirnya Nana yang sebenarnya ngocol mulai turun tangan. “Pada dodol lo semua”, kata Nana.

Tiba-tiba Nana membuka perutnya yang gendut dan memperagakan seperti tari perut. Semua tertawa terbahak-bahak sementara Pesy hanya bisa meringis karena otot mukanya mulai sakit menahan tawa. Disisi lain para perempuan centil semakin menjadi-jadi mengelitikinya hingga kebagian ketek.

Alih-alih tertawa akhirnya Pesy malah cepirit dan ngompol. Baunya apek dan sangat tidak enak hingga semuanya kabur dan meninggalkan pesy sendirian. Muka Pesy sakit karena menahan tawa yang dipaksa. Dua hari dia dirumah hingga tak bisa sekolah dan wajahnya diberi koyo ganda. Sekembalinya ke sekolah banyak yang mengejeknya diam-diam. Dia semakin menjadi tambah pemalu dan pendiam.

Disaat yang bersamaan datang Sarah. Dia meminta maaf kepada Pesy karena kemarin dia juga ikut membulying.  Dari sekian banyak yang membulying hanya Sarah yang meminta maaf. Sarah sangat cantik dan memiliki senyuman yang indah. Pesy untuk pertama kalinya Jatuh cinta.

Di SMA akhirnya Pesy berteman akrab dengan Sarah. Pesy menceritakan bagaimana dia mengidap penyakitnya dan sarah akhirnya mengerti dengan penyakit Pesy. Sarah memanggil Pesy dengan nama Adit karena dia tahu bahwa Pesy adalah nama penyakit yang membuat adit tersiksa selama ini. Banyak yang mengira akhirnya Sarah berpacaran dengan Pesy. Dia juga memendam rasa ke sarah selama berteman.

Ketika akhirnya lulus SMA, untuk  terakhir kali Pesy  bertemu dengan sarah. Dia ingin mengucapkan perasaannya selama ini tetapi akhirnya tahu bahwa Sarah sudah berpacaran dengan anak Basket SMA-nya. Sebelum berpisah, Sarah memberikan satu kalimat yang akan terus diingatnya terakhir di SMA, ”Adit, Suatu saat kalau  kamu bisa tersenyum maka itu akan semurni embun. Itu karena senyumanmu yang tidak dapat dibuat-buat, itu senyum yang apa adanya. Tetapi kalau kamu belum bisa tersenyum, merunduklah karena orang akan tahu itu sehormat dengan senyuman”

Pesy terdiam dan mencoba untuk tersenyum kepada Sarah tetapi tetap tidak bisa. Setelah jauh dia hanya bisa merunduk ke sarah walaupun dia tidak melihatnya. Sejak selesai di SMA Sarah pergi kuliah ke luar kota dan Pesy meneruskan sekolahnya di kepolisian.

Di kepolisian dia digembleng dengan keras. Karena bapaknya sudah biasa mendidiknya dengan disiplin maka Pesy sudah biasa dan dapat menyelesaikan sekolahnya dengan nilai yang baik. Setelah itu dia ditempatkan di luar daerah selama 2 tahun. Penyakit muka kakunya menjadi slogan untuk para perwira muda yang baru agar jangan banyak cengangas cengenges dan fokus seperti dia.

Selama di sekolah dan di daerah, dia terus memikirkan Sarah. Dia rindu dengan senyuman Sarah. Setelah hampir 3 tahun di daerah, akhirnya Pesy ditugaskan kembali ke Jakarta. Kini sudah 7 tahun lebih dia tidak bertemu dengan Sarah. Dia hanya bermimpi bila suatu saat dia bertemu dengannya, dia hanya ingin tersenyum menyapanya dan menikahinya.
Terdorong oleh niatnya itu maka setelah selesai di kesatuan dia mulai mendatangi psikiater untuk mencoba terapi. Banyak terapi yang dilakukannya dari senam muka sampai hipnotis, dari obat medis sampai akupuntur tetapi semuanya masih gagal dan dia tetap tidak dapat tersenyum.

Suatu saat, ada reuni bareng di suatu café di Jakarta. Anak-anak kelasnya sudah semakin tua dan ada beberapa yang sudah mempunyai anak. Walaupun begitu mereka semua masih tetap ngocol tetapi Pesy masih tetap belum bisa tersenyum apalagi tertawa. Pesy datang hanya ingin mencari tahu keberadaan Sarah, tetapi kebanyakan dari mereka juga tidak contact lagi dengannya.

Hanya ada satu petunjuk yaitu dari Karlina. Dia  pernah terakhir bertemu sarah setahun lalu di sebuah diskotik di daerah kemang. Pesy terkejut mendengar cerita karlina bahwa sarah sudah berubah tidak secantik dulu lagi, karena kini dia menjadi pemakai narkoba.

Pesy tidak percaya dengan kata-kata Karlina. Dia mulai terobsesi mencari keberadaan sarah. Dia meminta bantuan dari kesatuan yang lain untuk melacak keberadaan Sarah. Dimulai dari sekolah SMA-nya,  Pesy akhirnya dapat mengetahui kemana sarah pergi. Dia kuliah di sekolah seni dan Drop Out setelah kuliah 2,5 tahun. Sarah sempat mengganti dua kali mobil karena kecelakaan kecil dan kini dia menetap di apartemen di daerah Jakarta Utara. Dia juga sempat tertangkap tangan membawa ekstasi di suatu konser tetapi dibatalkan oleh jaminan keluarganya 1 tahun lalu. Sepertinya dia menjadi salah pergaulan ketika di kuliah karena depresi.

Setelah mengetahui keberadaannya, Pesy langsung mengecek ke tempat sarah tinggal. Sesampai di apartemennya, ternyata sudah kosong dan hanya ada beberapa orang teman kepolisian. Pesy bertanya tentang kejadian apa di apartemen ini, dan shock mengetahui bahwa Sarah ditemukan Koma didalam apartemen karena Overdosis.

Sebelum terlambat Pesy pergi ke rumah sakit tempat sarah dirawat. Di depan bangsalnya penuh oleh keluarganya yang menangis. Pesy menceritakan kepada keluarganya mengenai siapa dirinya. Menurut cerita dari keluarganya sarah terkena cedera otak serius karena OD. Dia sadar dan dapat melihat tetapi tidak bisa merespon untuk berkata-kata.

Akhirnya Pesy masuk keruangan sarah dirawat. Dia masih teringat sarah yang cantik dulu dan senyumannya serta kata-katanya ke Pesy terakhir, tetapi kini sarah sudah berbeda. Dia kurus, botak dan hanya bisa termangu melihat Pesy.

“Sar, Aku Adit masih ingat?” Pesy berkata dengan mata berkaca-kaca dan terbata-bata.” Si Pria yang sulit untuk tersenyum, teman SMA kamu yang jatuh cinta denganmu.” Sarah tak ada reaksi dan hanya termangu kosong tidak dapat berkata apa-apa.

Pesy mencoba untuk tersenyum walaupun semua ototnya wajahnya kesakitan luar biasa dia terus mencoba. Dia menangis menahan sakit tetapi tetap dia mencoba untuk tersenyum kepada sarah. Hingga akhirnya dia tersenyum sempurna walaupun beberapa kulit di wajahnya berdarah.

“Sar lihat aku tersenyum, Aku ingat saat terakhir kita jumpa, kamu memberi nasihat ke aku dan itu aku pakai selama ini dalam hidupku. Setiap aku merunduk aku mengingatmu. Dan kini setiap aku tersenyum aku mengingatmu sar. Orang tidak akan menghargai  arti dari sebuah senyum seperti aku, karena kebanyakan mereka tersenyum hanya palsu dan untuk tipuan. Tapi aku beda. Aku senyum untuk cinta, untuk kamu sar” Pesy berkata sambil menangis dan tersenyum. Di saat yang bersamaan sarah menangis. Jarinya bergerak kecil meresepon kecil.

Pesy  merawat sarah selama akhir hidupnya. Tetapi sekitar 3 bulan kemudian sarah meninggal.  Setelah sarah meninggal Pesy dapat tersenyum. Bell Pesy yang diidapnya selama ini memudar walaupun wajahnya kini sedikit cacat. Kini Saat Dia tersenyum dia akan mengingat Sarah lewat senyumannya. Dialah alasan Pesy tersenyum, karena senyuman adalah cintanya.


Sihir Cinta



Oleh: @tiaraahere 



Aku masih disini, sendiri di tempat yang sama sejak.. sejak daritadi. Maksudku daritadi adalah porsi waktu yang cukup lama. Ya, cukup lama. Duduk tanpa teman yang bisa diajak bercerita sudah biasa untuk ku. Aku bisa duduk nyaman berjam-jam tanpa siapapun dihadapanku ataupun disampingku. Bukan. Bukan tidak ada yang mau membuang sedikit waktunya untuk berbicara denganku, bukan juga karena aku tidak punya satupun teman disini. Hanya saja, aku lebih nyaman sendiri tanpa siapapun. Bukan berarti aku tidak ingin bergaul dengan yang lainnya, bukan ingin menjadi berbeda dan tak mau menjadi bersosialisasi seperti yang lainnya. Aku hanya, menikmati sepi tanpa hingar, aku juga tidak begitu menyukai keramaian. Aku lebih menikmati duduk sendiri dengan membaca buku daripada mengobrol soal pacar ataupun sale di mall dengan teman-teman perempuanku. Anehkah ? entahlah.

Aku melihat jam tanganku, 18 menit lagi tepat satu jam aku duduk disini. Tebak berbuat apa ? hanya untuk memandangi orang itu dari titik yang (lumayan) dekat dengannya. Bodohkah memandangi seseorang selama hampir satu jam hanya untuk melepas rindu ? entahlah.

Jadi, #CeritaHariIni masih tentang “Rindu”.

Biasanya aku duduk disini ditemani sebuah buku. Hari ini tidak, aku mendedikasikan waktuku kali ini hanya untuk melihatnya. Sudah 2 hari aku tidak bertemu dengannya. Entahlah, aku mencarinya tapi dia seperti menghilang. Dan kali ini ada kesempatan bertemu dengannya, tentu saja aku tidak akan melewatkannya. Tidak sekalipun. Karena aku, merindunya. Seperti rindu tanah kering pada hujan yang tak kunjung datang.

Sudah 42 menit yang kulakukan hanya terus memandanginya, melihatnya berbicara dengan orang itu. Mengamati cara dia bertutur kata, cara dia tersenyum dan tertawa dengan orang itu. Tidak apa dia bukan disampingku, tidak apa dia bukan milikku. Asal setiap aku memandang mencarinya titiknya, aku selalu menemukannya, asal setiap aku berbalik belakang, dia selalu ada disitu. Itu sudah cukup. ya cukup.

Bukankah cinta tidak selalu saling memiliki ?

Aku masih melamun, seperti terkena hipnotis olehnya, oleh gerak-geriknya.

“DHEG. DHEG. DHEG”

Kurasakan debar yang hampir tak bisa kubendung. Dia. akhirnya memandang ke arahku, dengan senyum dan lambaian tangan khasnya. Aku kaget, lamunanku buyar. Sekarang aku pasti terlihat bodoh didepannya.
Senyum itu yang selalu membuatku luluh, yang selalu membuatku tak bisa selalu tepat akan membalas apa. Senyumnya seperti sihir. Sihir Cinta.

Aku akhirnya membalas senyumnya dengan sedikit wajah yang entah seperti apa sekarang. Tidak bisakah dia mengatakan terlebih dahulu bahwa dia ingin tersenyum padaku ? hanya agar aku bisa menyiapkan balasan seperti apa yang paling tepat. Ha-ha-ha gila. Aku pasti sudah gila.

Setelah melemparkan senyuman maut kepadaku, ia kembali berpaling pada orang didepannya, kembali dengan cerita mereka.

Aku hanya bisa memandanginya lagi, menyisakan senyum khas di bibirku.
Andai aku yang ada disana, didepannya. Tapi kenyataan menyadarkanku, bahwa disinilah aku.

Bagiku, untuk orang dewasa, senyum tidak selalu berarti bahagia. Orang dewasa yang tersenyum bisa saja untuk menutupi segala bentuk rasa kecewa, sedih atapun rasa sakit. Tersenyum seperti itu rasanya menyakitkan, aku tau pasti rasanya. Sebab sejak menaruh perasaan ini padanya, aku sering melakukannya. Tidak peduli ada seberapa sakit luka dibaliknya, aku tetap tersenyum. Selalu seperti itu.

Kalian tahu apa yang paling menyedihkan dari sebuah senyuman ?
Pertama adalah menyadari bahwa kalian tidak benar-benar ingin tersenyum. Dan yang kedua adalah luka tak terjelaskan dibalik senyum itu sendiri.

Semoga nanti, entah kapan, akan ada ruang untukku dan cintakku di dalam hatinya. Hingga aku akan tersenyum kepadanya, layaknya makna senyum yang sebenar-benarnya. Senyum bahagia. 

SURPRISE FOR CHERRY



Oleh: @auliasaad



“Gisel, ayo dong. Jangan marah gitu. Aku nggak pernah sekalipun mencuri handphone kamu! Aku juga nggak tahu, kenapa handphone kamu itu bisa ada di dalam tasku.” Mohon Cherry, sahabat Gisel yang dituduh mencuri handphone Gisel yang hilang. Karena kebetulan, handphone Gisel ditemukan di dalam tas Cherry.
“Udahlah, Cherry! Aku nggak mau lagi dengerin penjelasan kamu. Semuanya sudah terbukti kalau kamu yang sudah mencuri handphoneku!!” bentak Gisel, sambil terisak.
“Iya Cherry. Kamu kan udah terbukti bersalah. Tapi, kenapa kamu nggak mau ngaku juga, sih? Ngaku aja deh, kalau memang kamu yang udah mencuri hp Gisel!” tuduh Karin, yang juga sahabat Gisel dan Cherry.
“Sumpah! Aku bener-bener nggak mencuri hpnya Gisel. Niat aja aku nggak pernah, apalagi sampai mencuri kayak gitu …!!” tutur Cherry, yang hampir menangis karena tuduhan dari kedua sahabat karibnya itu. “Kalian ini kenapa, sih? Kita bertiga kan sahabat. Kenapa kalian malah nggak percaya sama aku?”
Gisel memukul meja dengan keras. “Iya, aku tahu kalau kamu sahabatku! Tapi bukan berarti aku harus membela kalau kamu terbukti mencuri handphoneku!” bentak Gisel, yang didengar hampir seluruh siswa yang beristirahat di dalam kelas.
Cherry pun terdiam menunduk. “Apa yang salah sih, dengan hari ini? Kenapa hari ini sepertinya aku jadi sial terus, ya? Kenapa juga, tidak ada satupun teman yang membelaku?” gumam Cherry dalam hati, sambil bersedih.
Gisel pun melirik Cherry yang sedang tertunduk sedih, lalu tersenyum penuh rahasia ke arah Karin yang duduk disampingnya.
Tak berapa lama kemudian, sebuah pesawat kertas mendarat dimeja Cherry yang tengah menunduk sedih. Cherry pun membuka pesawat kertas tersebut, dan membaca isi pesannya. “Cherry, kalau kamu mau aku maafkan, pulang sekolah nanti aku tunggu kamu di taman belakang rumahku. Kalau kamu tidak datang, berarti kamu bukan sahabatku lagi!
Cherry pun berbalik badan, dan memperhatikan Gisel dan Karin sedang berbisik-bisik. “Sepertinya … ada yang aneh sama mereka berdua. Tapi, apa ya?” Cherry bertanya-tanya dalam hati, sambil melihat kedua sahabatnya yang seakan memusuhinya itu.
Sepulang sekolah, Cherry yang hari ini pulang sendirian pun langsung menuju rumah Gisel dengan mengendarai sepedanya.
Sesampainya di depan rumah Gisel, Cherry kembali bertanya-tanya. “Gisel punya rencana apa, sih? Atau jangan-jangan, dia lapor sama Papa dan Mamanya, terus memanggilku ke sini untuk memberiku pelajaran? Aduh aduuhhh … kok jadi gini, sih?? Kenapa hari ini adaaa aja masalah yang menimpaku.” tuturnya lirih.
Cherry pun teringat dengan isi pesan dari pesawat kertas tadi. “Kalau aku tidak datang ke rumah Gisel hari ini, persahabatanku dengan Gisel, sekaligus Karin bisa putus. Ya sudahlah! Beranikan diri saja. Apapun yang terjadi akan aku hadapi.” gumamnya optimis.
Dengan sedikit ketakutan, Cherry pun memberanikan diri memasuki rumah Gisel. Namun anehnya, rumah Gisel terlihat sepi bagai tak berpenghuni. Cherry pun segera berjalan menuju ke halaman belakang rumah Gisel.
“Lho? Kok sepi begini, ya? Gisel beneran nggak sih, nyuruh aku kesini? Nyatanya nggak ada siapa-siapa disini.” gerutu Cherry, yang terkejut melihat taman belakang rumah Gisel yang terlihat hening dan sepi.
Dengan melangkah perlahan, Cherry memasuki taman kecil tersebut, dan berdiri membelakangi rumah Gisel. Dan seketika itu pula, Gisel, Karin, bersama teman-teman sekolah Cherry yang lain pun bersorak mengagetkan Cherry.
“Surprise…!!!” teriak Gisel, serta teman-teman lainnya dengan serempak. Itu pun membuat Cherry terkejut, dan kebingungan.
Tak lama setelah itu, ia pun mengingat sesuatu hal yang rupanya tidak ia ingat pada hari ini. “Oh iya! Hari ini kan, ulang tahunku yang ke-12, kok aku bisa sampai lupa, ya?” ucapnya dalam hati sambil tersenyum.
“Happy Birthday … Cherry! Kamu pasti lupa ya, kalau hari ini kamu ulang tahun?” ucap Gisel, yang membawa sebuah kue tart berhiaskan lilin berangka 12.
Cherry terharu. “Iya Gisel. Aku sampai lupa kalau hari ini ulang tahunku. Ooh … jadi, semua kejadian aneh di sekolah tadi, rencana kalian semua ya, untuk ngerjain aku?”
Gisel dan Karin tersipu. “Hehe … iya Cherry. Sebelumnya, kami juga sempat beritahu teman-teman yang lain, supaya tidak ada yang membelamu. Tapi, maafkan kami semua, ya Cher! Kami semua hanya mau membuat hari ini jadi berkesan buat kamu. Inikan hari spesial buat kamu. Maafkan kami, ya!” jelas Karin.
“Iya, Cher! Kami minta maaf. Kamu jangan marah, ya!” sambung Gisel.
Setelah sejenak terdiam dan berpikir, Cherry pun menjawab. “Iya deh. Kalian semua aku maafin. Tapi, kalian emang bener-bener deh! Sukses banget buat aku sedih dan kesal banget hari ini. Eh, tapi makasih ya teman-teman … Cerita Hari Ini benar-benar berkesan banget buat aku.” sahutnya. Tanpa terasa, air mata Cherry pun menetes.
“Iya, sudah sudah … sekarang, tiup lilinnya dulu! Tapi, sebelumnya make a wish dulu, ya Cher!” pinta Gisel.
Huuufftt …” Cherry meniup lilin ulang tahunnya yang berangka 12, setelah sejenak terdiam memohon harapan.
“Thanks ya, my Friends! hari ini aku bahagiaa … banget! Setelah sebelumnya, rasanya sedih, dan kesel banget sama kalian. Makasih banget ya, teman-teman!” ucap Cherry terharu.
Lalu kemudian, setelah duduk di kursi taman, Ayah, Bunda, serta adik Cherry pun datang.
“Selamat ulang tahun, kak Cherry …” ucap Riza, adik Cherry yang berumur 6 tahun, serta Ayah dan Bundanya.
Cherry tersenyum heran. “Riza, Ayah, Bunda? Kalian juga sudah tahu rencana teman-teman hari ini?” sahutnya heran.
Riza, beserta Ayah dan Bundanya mengangguk tersenyum. “Iya kak. Tapi jangan marah, ya! Kami semua kan, sayang sama kakak!!” tutur Riza polos.
Ayah dan Bunda pun memeluk, dan mencium pipi Cherry. “Selamat ulang tahun, Cherry …! Semoga kedepannya, kamu bisa mencapai semua apa yang kamu cita-citakan.”
“Terima kasih Ayah, Bunda … Cherry janji, akan menjadi anak yang lebih baik lagi dari yang kemaren-kemaren, serta kakak yang baik juga buat Riza.” Cherry menghapus air matanya.
“Nah! Karena semuanya sudah lengkap ada di sini, sekarang Cherry potong kuenya, ya!” seru Gisel, seraya memberikan pisau kaca pemotong kue tart kepada Cherry.
“Makasih, Gisel.”
Setelah memotong kue tart, Cherry pun memberikan potongan pertama untuk Ayah dan Bundanya. “Kue ini untuk Ayah dan Bunda, yang selama ini selalu memberikan yang terbaik buat Cherry.”
Ayah dan Bunda Cherry terharu. “Makasih sayang …” jawabnya singkat, lalu kembali mencium kedua pipi Cherry.
“Kak Cherry, kue buat Riza mana, kak?” tagih Riza, yang sejak tadi sibuk mencolek krim dikue tart.
Semua teman-teman Cherry tertawa dengan sikap polos Riza. “Iya deh!” ucap Cherry, lalu kemudian memotong kue tart cokelat itu, dan memberikannya kepada Riza.
“Terima kasih, kakak!” seru Riza dengan wajah ceria.
“Nah! Potongan kue yang selanjutnya ini, aku berikan kepada dua sahabat karibku, yang selama ini selalu menjadi penyemangat, dan tempat curhatku … Gisel dan Karin.”
Semua teman-teman Cherry bertepuk tangan. Mimik wajah Gisel dan Karin terlihat tersipu malu.
“Terima kasih, Cher! Kamu juga selalu menjadi sahabat yang baik buat kami.” kata Gisel. Lalu tersenyum ceria, sambil merangkul Cherry bersama Karin yang berdiri mengapitnya.
  http://dunialiasaad.blogspot.com/2012/02/surprise-cerpen-lhia-3.html

Senyum Tulus dari Vira


Oleh: @ratihWB


#CeritaHariIni, “GA ADA!!!.” Tidak ada yang special di hidupku.
         Oke aku terlalu emosi mungkin, tetapi ini kenyataannya, hari ini bukan hari special, hari ini hari yang biasa-biasa saja. Sebetulnya aku terlalu pagi menyebutkan hari ini tidak ada yang special, karena ini baru jam 6 pagi. Tetapi aku terlalu pesimis untuk menebak hari ini akan berakhir bagaimana. Gadis remaja SMA kelas 2 IPA berusia 16 tahun yang bernama Kartika Virginia yang mempunya masalah dengan kepercayaan diri dengan wajah dan kawat gigi. Oke, aku seperti Ugly Betty versi lebih buruk lagi. Dalam serial tersebut walaupun dengan dandanan jelek America Ferrera yang memerankan Betty tetap terlihat sangat cantik walaupun dengan dandanan geeks ala Betty.
            Hari Senin, aku harus ada di sekolah jam 6 pagi. Menurut semua orang mungkin terlalu pagi bagi anak SMA yang lain, tetapi menurutku ini terlalu siang. Aku harus tiba-tiba di kelas sebelum dilihat anak-anak lainnya. Aku terlalu malu untuk memamerkan diriku ini kepada seantero SMA Negeri 01 Denpasar ini. Kabar baik hari ini, cuma Upacara Bendera hari ini dibatalkan karena hampir setengah dari jumlah guru disini sedang mengikuti Training tentang metode belajar yang baru, apakah itu namanya, terlalu sering metode diganti sehingga aku murid yang selalu dibilang anak emas guru-guru tidak peduli, yang penting belajar sebaik-baiknya sehingga tidak lupa apapun. Ini bukan kabar baik untukku, seandainya lebih dari setengah guru tidak ada disekolah, berarti banyak jam kosong, yang berarti banyak siswa keluar kelas nongkrong di kantin dan silaturahmi ke kelas lainnya. Pilihan pertama tidak masalah menurutku, terserah deh mereka mau nongkrong di kantin, mau makan sampai mampus, atau mau membakar kantin aku ga peduli, karena selama aku sekolah disini bisa dihitung dengan jari berapa kali aku ke kantin, sehingga banyak petugas kantin menganggap ku murid baru ataupun siswa miskin yang tidak punya uang. Terima kasih atas anggapan mereka, supaya mereka tahu saja sebenarnya aku lebih senang membawa bekal yang sehat dari rumah daripada belanja di kantin yang makanannya itu-itu saja selama aku bersekolah disini.
            Yang menjadi masalahku adalah pilihan yang ke-2, aku terlalu malu untuk dilihat atau diperhatikan orang lain. Terlalu banyak yang aku pikirkan jika ada seseorang yang melihatku. Aku selalu berkhayal yang aneh-aneh, terutama pikiran negatif. Jika ada seorang yang memperhatikan ku lebih dari 1 menit pasti aku akan memikirkan hal negatif yang dipikirkan orang itu. Aku tahu itu tidak baik, tetapi rasa penasaran dan pikiran negatif ini selalu menghatui ku. Seperti hari ini Daniel teman sekelasku yang memperhatikan ku dan berbisik kepada temannya, Oh!, crap, pasti ada yang salah denganku. Apa di kawat gigiku terselip sisa makanan, atau gigiku tampak lebih maju. Aku tidak mau diejek Tonggos lagi seperti sewatu SMP, sungguh menyedihkan nasibku. Secepat kilat aku mengambil cermin yang selalu di bawa Tita di kolong meja untuk melihat apa ada yang salah pada kawat gigi, wajah, dan penampilanku. Menurutku tidak ada yang salah, mungkin lebih baik aku bertanya kepada sahabat sekaligus teman sebangku-ku Titania, biasanya penglihatan orang lain lebih jeli dari pada diri sendiri, mengingat peribahasa “semut di ujung pulau bisa di lihat, gajah di pelupuk mata tidak bisa dilihat”.
            “Tita, ada yang salah ga dari penampilanku hari ini?” Tita melihat ku dari ujung rambut sampai ujung kaki lalu geleng-geleng kepala, tuh kan! Pasti ada yang aneh. “Seperti biasa Vir, kurang senyum tulus aja.” Tita selalu memanggil aku Vira, asal kata dari nama terkahir ku Virginia, kalau Kartika nama itu terlalu pasaran, dikelas saja sudah ada 2 yang namanya Kartika belum termasuk aku. Aku bengong dengan jawaban Tita tadi. What? Are you kidding me?! Tapi aku ga bisa teriak itu di depan wajah Tita, aku cuma bisa manyun saja. Senyum?? Sepertinya aku selalu senyum deh setiap hari. “Apa maksudnya, kurang senyum tulus?”
            “Please deh Vir, setiap kamu senyum itu kayanya ga ikhlas, seperti dipaksa atau terkesan manyun gitu” Apa pula maksud Tita ini, membuat aku tambah pusing saja. Aku kembali mengambil cermin milik Tita dan mencoba senyum tanpa melihatkan kawat gigi seperti biasa yang aku lakukan. “Tuh kan lihat senyum kamu di cermin, kaya orang dipaksa gitu, coba deh senyum lalu buka bibir sampai gigimu terlihat, pasti tambah cantik.” Tita membuat aku kaget setengah mampus, senyum sambil memperlihatkan kawat gigiku? NO WAY!. “Coba kamu senyum untuk orang yang kamu Sayang Vir, biasanya manjur.” Lalu aku senyum untuk Tita, dia hanya geleng-geleng kepala sambil tertawa melihat kelakuanku. Aku menaruh cermin itu kembali di tempat sebelumnya ketika Ketua Kelas kami memberikan pengumuman bahwa tidak ada guru yang mengajar seluruh kelas 2 IPA dan IPS sampai jam terakhir yang disambut dengan terikan temna-teman yang lain, selanjutnya aku  mendengar teriakan di kelas sebelah. Mimpi burukku baru dimulai.
***
            Seperti dugaan ku, banyak teman-teman kelas lain yang silaturahmi ke kelas ku. Aku heran kenapa banyak siswa kelas lain tertarik ke kelas ku, ada apa di kelas ku. Diriku baru menyadari kenapa, banyak anggota tim basket dan cheers di kelasku, sejenak aku berpikir untuk pindah kelas ke kelas yang tidak ada murid populernya, aku seperti bunga liar di antara bunga mawar kualitas tinggi yang siap-siap untuk di basmi karena mengurangi keindahan bunga-bunga mawar tersebut. Tiba-tiba Daniel yang dari tadi melihatku menepuk bahu ku, “Vir aku mau tanya sesuatu dong.” Ya ampun pasti sesuatu yang tadi diperhatikan Daniel dari tadi. Aku tersenyum dan bertanya, “Apa Dan?”, aku melihat Daniel yang terlihat malu dan salah tingkah mungkin? Lalu dia berkata, “Aku rencana mau pakai kawat gigi untuk gigi bawahku, kamu tau kan gigi bawahku berantakan, cuma aku bingung cari Dentist yang cocok, terus temen-temen ngasi saran untuk tanya ke kamu, karena temen-temen bilang kawat gigi mu bagus dan rapi jadi tidak terlihat seperti yah.. you know lah”. Aku kaget dengan ucapan Daniel barusan, secara tidak langsung dia bilang kawat gigiku cantik. Wajahku langsung memerah hasil di puji, Daniel yang dari tadi menunggu jawabanku malah bingung dengan tingkahku. Sebelum Daniel tambah heran dengan kelakuanku, aku langsung menjawab “Besok aku bawa kartu nama Dentist langgananku, harganya bersahabat kok dengan anak-anak SMA kaya kita”. Daniel tampak senang dengan jawabanku, “Serius Vir, thank you yah informasinya, dari tadi aku liatin kamu karena mau tanya hal ini, hehehe.”
            Aku masih melongo dengan jawaban Daniel tadi. Jadi, Daniel dari tadi ngeliatin aku cuma mau tanya masalah Dentist? Sepertinya aku harus berubah untuk jangan selalu berpikiran negatif, belum tentu orang yang melihat dan memperhatikan kita memikirkan hal-hal jelek, siapa tahu hal-hal baik dan positif, seperti yang dilakukan Daniel tadi.
            Aku mentertawai diriku dalam hati, kenapa aku baru sadar sekarang, karena pikiran negatif ku, aku selalu berhati-hati dengan orang lain selain sahabatku, sehingga aku jarang tersenyum tulus. Senyumku terkesan dipaksakan atau lebih tepatnya senyumku terlihat seperti orang ketakutan. Benar kata Tita tadi aku harus belajar untuk senyum ke orang lain. Kalau kita ingin orang tersenyum dengan kita, kita harus memulai tersenyum dulu kan.
***
            Tepat jam 10.00 am, istirahat pertama, kebanyakan teman sekelasku diam di kelas mungkin karena mereka sudah ke kantin ketika jam kosong. Aku tidak mempedulikan itu, sekarang waktunya aku makan camilan. Ini kebiasaan ku, mungkin ini agak silly buat para remaja. Aku orang yang perfeksionis masalah gizi dan makanan, aku berusaha mengontrol makanan yang masuk ke dalam tubuhku. Sarapan 6.00 am, Snack Siang 10.00 am, Makan Siang 12.00 pm, Snack Sore 4.00 pm, Makan Malam sebelum jam 7.00 pm. Sesibuk apapun diriku, aku harus mengikuti jadwal makan yang aku buat dan menyiapkan sendiri makanannya. Di luar sana sudah banyak makanan yang tidak sehat dan dari bahan-bahan berbahaya, dari pada aku mengambil resiko aku jatuh sakit dan mati muda, lebih baik aku repot sendiri. Tetapi banyak yang suka dengan masakan sehatku seperti orang tua ku dan kedua kakakku. Tita juga fans berat makanan yang ku buat, kadang kalau dia bosan dengan makanan di kantin, Tita akan menelponku untuk membuat bekal lebih. Aku tidak merasa repot sama sekali, aku malah senang karena ada yang menghargai karyaku.
            Hari ini aku membawa nasi goreng bakso udang dan jamur, pangsit udang untuk snack, dan aku selalu bawa buah potong + pudding dengan saus vla untuk dessert. Mungkin terdengar berlebihan tetapi aku selalu menyiapkan semua pada malam hari dan pagi hari aku tinggal menghangatkannya. Aku berusaha menggunakan manajemen waktuku  dengan baik. Sebenarnya ingin aku menawarkan teman-teman ku bekal yang aku buat, tetapi aku merasa segan dengan mereka, terkesan mereka tidak peduli dengan apa yang aku lakukan. Aku tidak mau berpikir negatif lagi mungkin mereka ingin aku yang menawarkan lebih dulu, besok aku ingin membuat Gyoza sebanyak-banyaknya untuk aku bagikan kepada teman-temanku satu kelas. Aku tidak sabar untuk membuatnya. Tiba-tiba Tita datang dari Kantin dengan sekantong gorengan dan es teh dalam wadah plastik, aku langsung mengemukakan ideku dengan senyum yang lebar, “besok aku mau buat Gyoza untuk temen-temen sekelas.” Tita langsung sumringah dan tersenyum lebar, “yang bener? Dalam rangka apa? Bukannya ultahmu udah lewat ya?” Aku tersenyum lebih lebar lagi, “ga merayakan apa-apa kok Tita, cuma pingin buat sesuatu aja buat temen-temen semua.” Tampaknya Tita masih belum percaya, lalu aku bilang, “lihat aja besok hasil karya ku, pasti enak.” Tita cuma manggut-manggut dengan tatapan masih tidak percaya. Aku cuma tertawa melihat ekspresinya.
            Aku memakan pangsit udangku dan gorengan dengan Tita sambil ngobrol masalah kakak kelas mana yang cocok menjadi kepala sekolah, aku tahu ini obrolan yang aneh, tetapi ini merupakan hal yang lucu untuk dibahas. Aku tidak tahu ini buruk atau tidak tiba-tiba salah satu senior yang katanya memiliki predikat 5 hot guy in school ini datang ke kelas ini, syukur kami berdua belum membahas Edwin. Apa jadinya ketika kita membicarakan Edwin menjadi guru BP di sekolah, lalu Edwin berdiri di depan kita. Aku tidak bisa membayangkannya bisa di MOS 2 kali diriku ini,  Tuhan masih memihakku. Aku melihat rombongan Edwin datang kekelasku untuk setelah bermain basket 3 on 3, kenapa coba dia kemari, main ke ruang kelas junior. Aku baru ingat kalau kelas ku ini hampir ¾ jumlah laki-laki di kelas ini tim basket sekolah, dan hampir ¾ jumlah perempuan di kelas ini anggota cheers termasuk Tita, mungkin dia kemari mencari anggota team basketnya atau pacarnya yang ana cheers. Sudah sesuatu kewajiban dimana anak basket ya pacarannya sama anak  Cheers, memang tidak ada aturan tertulis, tetapi kebanyakanlah seperti itu.
            Seketika Edwin melihatku yang menatapnya dengan tatapan yang bisa aku kategorikan seperti tatapan yang melihat “kenapa seorang Nicholas Saputra bisa ada di dalam toko mainan anak-anak.” Tiba-tiba saja aku ingin mempraktekan senyum tulusku untuk pertama kali untuk Edwin, dan kuberikan senyum ku kepadanya yang langsung dibalas Edwin untukku. Oke praktek pertama kali tidak buruk lah. Secara seorang prince charming sekolah mau membalas senyumku. Mulai detik ini aku akan mulai senyum tulus ke semua orang.
            Edwin yang tadi mengobrol dengan Aldo, Vincent, Andre dan teman-teman basket di kelasku tiba-tiba berdiri tersenyum di depanku dan berkenalan dengan ku, aku masih kaget dengan ini, aku membiarkan tangan Edwin menggantung cukup lama menunggu jabat tangaku, aku tetap diam menatap pangsit udangku yang cuma sisa 3. Lalu Edwin berdehem yang menyebabkan aku tersadar dari lamunanku, dengan cepat kilat aku menjabat tangannya dan menyebut namaku. Edwin melihat pangsit udangku dan berkata, “aku boleh coba ini ga?” sambil menunjuk ke pangsit udangku, ”dari tadi aku perhatiin kamu makan, kayanya enak banget, jadi pingin coba.” Aku senyum lebar ketika dia mengatakan itu, dengan lahapnya Edwin memakan sisa pangsit udangku dan mengatakan ingin mencoba lagi. Rasanya aku ingin senyum sepanjang hari dan terbang mengelilingi sekolah ketika dia mengatakan itu. Cerita hari ini ternyata tidak terlalu buruk, cerita hari ini adalah awal seorang Kartika Virginia yang baru. Cerita selanjutnya pasti akan lebih baik.

PALING BANYAK DIBACA

How To Make Comics oleh Hikmat Darmawan