Tuesday, June 5, 2012

#MyLifeAs [pop] physicist

Berkarir dalam bidang sains adalah keinginan saya sejak kecil. Lebih tepatnya menjadi seorang ilmuwan. Bahkan waktu berada di bangku SMP, secara spesifik dan dengan rasa penuh percaya diri saya mendeklarasikan bahwa saya ingin menjadi ahli fisika, physicist, atau fisikawati (karena saya perempuan! hehe). Iya, fisika yang sering kali ter-mindset sebagai pelajaran yang susah banget itu loh :D
Namun ketika kelas 2 SMA, saya lupa dengan cita-cita yang satu ini karena fokus ke tujuan saya yang baru kala itu: jadi insinyur lulusan suatu institut teknologi ternama di kota Bandung. Nyatanya walaupun udah berusaha semaksimal mungkin, Yang Maha Kuasa tidak menghendaki saya kuliah di sana. Atas permintaan kedua orang tua, maka saya ikut ujian masuk ke kampus saya sekarang. Hingga kini tercatatlah saya sebagai mahasiswa fisika sebuah universitas negri di kota Depok.
Saat menjadi maba (mahasiswa baru), saya sempat mengalami masa-masa sulit lantaran masih menyimpan rasa kecewa karena ditolak menjadi mahasiswa di kampus ‘tetangga sebelah’. Hehe. Tetapi ketika secara tidak sengaja menemukan diary jaman SMP, akhirnya saya sadar bahwa Tuhan tetap mengabulkan salah satu cita-cita terbesar saya di masa lalu: menjadi seorang ilmuwan. Dalam diary tersebut tertulis dengan bahasa Inggris yang acak-kadut, “I wish I could be a scientist”.
So I’m still living on the main dream of mine right now. Lantas kenapa saya ingin menjadi seorang ilmuwan di saat buanyak sekali teman yang ingin menjadi seorang dokter? Terlebih dalam bidang fisika yang selalu menjadi musuh bebuyutan anak sekolah di tingkat SMP dan SMA.
Bagi saya, ilmuwan juga tidak kalah berjasa dibandingkan dengan dokter. Kehidupan manusia tidak akan semudah dan senyaman sekarang jika saja tidak ada perkembangan di bidang sains sebelum diaplikasikan ke dalam dunia teknologi. Sepak terjang para ilmuwan yang saya baca dalam komik Seri Tokoh Dunia waktu masih SD menjadi inspirasi tersendiri kala itu. Tanpa penemuan brilian mereka, mungkin kita masih menggunakan lilin sebagai sumber penerangan dan masih mempercayai jasa merpati pos untuk bertukar kabar dengan kerabat jauh. Ga bakal ada deh tuh yang namanya narsis-narsisan di fitur BBM :p
Memang saya sempat ‘kelabakan’ saat berkenalan dengan fisika di bangku SMP. Jika digambarkan, kondisi saya saat belajar fisika di bangku sekolah, yaaa tidak beda jauh dengan yang dialami anak-anak sekolah pada umumnya. Namun begitu, saya tetap menaruh perhatian lebih terhadap fisika karena basically saya suka dengan bidang ini. Hingga ia juga tertulis dalam diary sebagai salah satu mata pelajaran yang saya sukai ketika SMP. Hahaa!
Suka dan minat. Hanya itu modal dan nyali saya untuk menekuni bidang ini di bangku kuliah. Selama dua tahun pertama, mahasiswa fisika harus bergelut dengan sekian banyak mata kuliah wajib. Ya, dua tahun. Fisika memiliki banyak ‘cabang’ sehingga tidak sedikit materi fisika umum yang harus dikuasai oleh setiap mahasiswanya.
Di tahun ketiga, mahasiswa akan diberi kebebasan untuk memilih satu di antara enam konsentrasi ilmu fisika. Ada fisika instrumentasi yang didominasi dengan mata kuliah elektronika. Fisika medis yang mempelajari aplikasi ilmu fisika dalam dunia kedokteran. Geofisika, cabang yang mempelajari ilmu kebumian dan cara pencarian ‘harta karun’ dalam perut bumi. Kemudian ada fisika material dan material zat mampat yang secara khusus meneliti sifat bahan-bahan material. Kelima cabang tersebut banyak melakukan eksperimen dalam laboratorium.
Namun ada satu konsentrasi yang secara pragmatis hanya membutuhkan kertas, pensil, dan program komputer. Konsentrasi tersebut adalah fisika teori. Inilah yang menjadi pilihan saya karena dari sini saya bisa mempelajari topik yang lebih spesifik lagi, yaitu kosmologi dimana struktur dan sejarah dari alam semesta menjadi objeknya. Segala sesuatu yang berhubungan dengan ruang angkasa atau alam semesta selalu memiliki daya tarik tersendiri di mata saya.
Ialah Michio Kaku, seorang kosmolog asal Amerika yang menjadi role model saya saat ini. Tidak hanya banyak menerbitkan karya dan temuannya dalam jurnal fisika internasional, ia juga turut mempopulerkan sains lewat buku, siaran radio, televisi, dan juga film. Kepiawaiannya dalam berdongeng sains mampu membuat masyarakat awam mudah memahami sains dengan mudah dan fun.
Kemampuan ini pula yang ingin saya miliki ketika menjadi seorang ilmuwan. Memang medali emas dalam olimpiade sains internasional sering kali sukses disabet oleh para delegasi Indonesia. Namun sebetulnya tingkat literasi sains (atau gampangnya, melek sains) masyarakat Indonesia secara umum masih sangat jauh tertinggal. Bisa jadi hal ini dikarenakan adanya mindset awal pada anak sekolah yang menyatakan bahwa sains itu sulit. Ditambah tidak adanya media pengenalan dan pembelajaran sains dengan cara yang menyenangkan.
Sebagai mahasiswa fisika, saya harus bergelut dan bermalam dengan paper dan buku-buku teks yang tebalnya bisa melebihi high heels setinggi 10 cm. Apalagi jika mengambil kelas praktikum, harus kuat dan siap sedia begadang ketika menyelesaikan laporan. Di konsentrasi fisika teori sendiri, saya harus bersahabat dengan teori dan logika fisis hingga model matematika yang tidak simpel. Memang tidak jarang saya menemui kesulitan dan kena tegur dosen pembimbing karena melupakan hal-hal basic.
Namun demi terwujudnya cita-cita menjadi seorang ilmuwan, saya harus pantang mundur, berusaha keras, dan punya mental baja seribu lapis. Ingin sekali mengikuti jejak dosen dan senior-senior saya terdahulu: berkontribusi dalam pengembangan disiplin ilmu dan berkarir sebagai ilmuwan yang seutuhnya.
Kegemaran dalam menulis saya jadikan salah satu modal untuk bergelut dalam bidang ini. Jika seorang ilmuwan hendak menulis paper atau buku teks, maka ia harus cakap dalam menulis toh? Terlebih lagi dalam mempopulerkan sains. Saat ini saya memulai dari hal-hal simpel dalam mempopulerkan sains, seperti membuat postingan berbau sains popular dalam blog dan juga memasukkan unsur sains sederhana dalam setiap obrolan saya bersama teman-teman. Just FYI, konsep fisika bisa dihubungkan dengan permasalahan sehari-hari loh! Bahkan dalam urusan asmara. Hihii
Secara perlahan dan berproses , saya terus mempelajari tentang bagaimana negara-negara barat bisa menciptakan industri sains populer yang bisa diterima masyarakat awam. Tokoh popular sains seperti Michio Kaku belum ada di Indonesia, maka dalam hal ini pula saya harus kembali berkiblat ke negara-negara maju yang tingkat literasi sainsnya sudah tinggi.
Yah, seperti itu lah cita-cita dan misi saya dalam bidang sains, khususnya fisika. Semoga segala usaha, kerja keras dan kesabaran saya dalam melewati proses ini bisa berbuah manis di akhir, hingga terwujud cita-cita saya menjadi [pop] physicist. Aamiin..
Dan tentunya dalam tenggat waktu ini saya ingin lekas menyelesaikan skripsi dengan mulus dan sesuai rencana. Udah tingkat akhir loh! Hehee..Wish me luck yaaa :’)

| http://sarashanti.tumblr.com/post/24249689912/mylifeas-pop-physicist

No comments:

Post a Comment

PALING BANYAK DIBACA

How To Make Comics oleh Hikmat Darmawan