Curahan Hati Matahari
Matahari patah hati. Ia hampir membakar bumi saking emosinya. Ia bungkam seribu bahasa kepada Jagat Raya. Segalaksi tahu penyebabnya. Matahari cemburu kepada Bintang yang lebih dicintai Bulan. Matahari sedih. Matahari terluka.
Berjuta-juta tahun cahaya yang lalu, Matahari jatuh cinta kepada ciptaan Tuhan yang bernama Bulan. Sosok yang pernah ia dengar lewat cerita awan. Namun, Matahari langsung patah hati karena Bulan lebih memilih Bintang. Bintang yang lebih pandai bersolek darinya. Bintang yang lebih genit darinya. Bintang yang lebih bersinar darinya. Bintang yang ada di waktu yang sama seperti Bulan berada.
Matahari tidak habis pikir, mengapa waktu begitu egois terhadap dirinya. Sehingga ia hanya bisa merindukan Bulan di siang hari dan kehilangan Bulan di malam hari.Lalu Matahari mulai mencoba mengingkari janjinya kepada jagat raya. Ia mencoba tidak terbit tapi gagal, karena Tuhan tidak mengizinkannya. Tuhan memisahkan Matahari dan Bulan dengan paksa. Dengan tujuan yang Matahari—belum—tidak bisa terima.
Beberapa dekade, Matahari pun terbit dengan malas. Terbit malu-malu di balik awan. Ia menyurahkan segala rindunya pada awan. Meminta awan menyampaikannya kepada Bulan. Awan yang baik itu menyanggupi dan selalu menjadi tempat curahan hati Matahari.
Suatu hari, Matahari yang egois itu mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan tentang pertanyaan-pertanyaan yang sudah mengakar kuat di dalam auranya. Matahari marah semarah-marahnya. Tapi Tuhan hanya tersenyum.
"Ri, Tahukah kamu apa yang Tuhan katakan kepadaku saat itu?", tanyanya kepadaku.
Aku menggeleng.
"Tuhan bilang, Matahari yang mega pernahkah kamu bayangkan bagaimana jadinya jika Kau dan Bulan ada di dalam satu waktu yang sama? Aku jawab, kebahagiaanku. Kata Tuhan, aku egois. Aku bingung, Ri. Aku tidak mengerti maksud Tuhan.", jelasnya padaku.
Aku masih mendengarkannya bercerita.
"Kita tidak akan pernah mengerti maksud Tuhan kalau kita tidak percaya bahwa itu adalah benar. Maka, percayalah. Itu kata Ibuku.", kataku.
Matahari tersenyum teduh. "Ibumu wanita yang hebat. Tapi, Gadis, aku mengerti apa maksud Tuhan. Aku mengerti seiring berjalannya waktu. Aku ingin seperti Bumi dan Langit yang mampu mengatasi semua misteri Tuhan."
"Lantas apa? Katakan padaku, Matahari. Aku pun ingin seperti mereka."
Aku teringat cerita Matahari tentang Bumi dan Langit. Bumi dulu tidak sebijak sekarang, ia benci dirinya karena selalu dieksploitasi oleh manusia. Ia malah menginginkan dirinya berubah seperti Mars tapi seiring waktu Bumi belajar tentang kata bernama keikhlaskan. Ia ikhlas menjadi tempat lahir, berjuang dan kembalinya manusia. Ia bersyukur bahwa dirinya bisa menjadi tempat yang mampu berguna bagi makhluk lainnya.
Kalau Langit lain lagi, ia dulu benci sekali perbedaan. Terlalu banyak perbedaan bentuk yang datang kepelataran hatinya. Terlalu banyak karena dirinya luas sekali. Tapi kemudian ia belajar untuk menerima perbedaan bukan lagi melawannya. Lihatlah, sekarang Langit mampu menjadi sosok yang sangat lapang bagi siapa pun.
"Mengapa Tuhan memisahkan aku dengan Bulan karena itu adalah hal terbaik bagi kami semua. Bayangkan bagaimana jadinya jika siang hari ada dua penerang sekaligus yang besar?", tanya Matahari.
“Aku tidak bias membayangkannya! Mungkin aku bias buta karena cahaya terlalu menyilaukan mataku.”
“Gadis pintar.”, puji Matahari. “Lalu bayangkan bagaiana jika malam ada tanpa Bulan dan bintang?”
Aku pejamkan mata dan membayangkannya.
"Menakutkan! Hatiku bisa buta tanpa penerang seperti mereka di malam hari."
"Ya, benar! Lagi pula aku cukup besar untuk melalui hari sendiri. Sementara bintang, mereka egois dan masih labil. Merasa masing-masing paling cantik hingga akhirnya terpecah menjadi titik-titik. Bintang lebih membutuhkan Bulan daripada aku."
"Wah, Matahari. Aku berharap mampu seperti Kamu.", harapku.
Matahari meyakinkanku kemudian ia berpesan, "Jalanilah hidupmu seperti Bumi bijak, yang ikhlas tersakiti. Atau seperti langit yang luas, yang menerima bentuk perbedaan dengan lapang dada agar tercipta kerukunan. Atau seperti aku, Matahari, yang mengerti bahwa yang terbaik itu tidak selalu yang terindah. Karena di balik semua itu, Tuhan mempunyai tujuan dan Ia meminta kita untuk tetap bersyukur dalam keadaan apa pun."
Aku masih belum tahu bisa atau tidak tapi aku akan mencobanya. Matahari berpesan agar aku berbagi ceritanya, Bumi dan Langit kepada kalian agar kalian bisa belajar untuk ikhlas, menerima dan mengerti.
No comments:
Post a Comment