Monday, April 16, 2012

Kalau Aku Magnet

Kau tahu? Bumi bulat. Aku di utara berjalan ke selatan. Kamu di selatan berjalan ke utara. dan kita bertemu di tengah. 
Kau tahu? Cinta itu bagai listrik. ada aliran yang menarik kita untuk bertemu dalam satu waktu meski kita beda
Kalau aku sebuah magnet, aku akan mencari kutub yang bersebrangan denganku, lalu kita akan menyatu. Ini ceritaku hari ini. Sebut saja, namaku Uri Surya. Aku lahir dibagian Utara.  Rabu hari kelahiranku. Irma nama ibuku. Surya nama Ayahku. Bukan, aku tidak akan bercerita tentang hidupku. Namun inilah cerita singkat cinta orang tuaku. Yang menyadarkan aku, bahwa aku punya cerita yang sama indahnya. Hari ini, dongeng menjadi nyata. Ayah mengantarku berjalan ke altar. Mempelai pria menunggu diujung sana.

*****
“Irma…Irma… IRMA !” teriak Surya sambil mengejarku di pinggir trotoar, menghentikan bus yang hendak aku naikki.
” Surya?” tanyaku menatap wajahnya. Dia membalas dengan senyum, lalu memelukku.
” Akhirnya aku menemukanmu,” ujar Surya tersenyum. “ Irma, kamu mau kemana? Ayo, kita ngobrol dulu. Sudah lama aku tidak bicara denganmu,” lanjutnya.
“ Ah…hmm…” aku diam sejenak memikirkan ajakannya. Lalu, aku anggukkan kepalaku dan membalas,  “ baiklah. Dimana kita akan makan?”
Udara siang itu sangatlah terik. Aku berjalan mengikuti Surya. Sepanjang jalan mencari sebuah café, kami bercerita tentang masa lalu kami. Dia terlihat semakin ceria, dan humoris.
Pertemuan kami di tengah jalan, tidak jauh dari sebuah café bernama serendipity. Ya, seperti sebuah cerita dalam film. Pertemuan sepasang kekasih, di sebuah café, lalu berpisah dan karena perasaan rindu, mereka saling mencari hingga akhirnya bertemu dan cinta menyatukan mereka.
Kami masuk kedalam café tersebut. Aku lihat ruang dan bangku yang tertata begitu cantik. Suasana panas diluar, seakan tersulab dengan dekorasi vintage yang sangat khas. Aku berjalan sambil melihat sekelilingku. Begitu juga dengan Surya. Lalu, seorang pelayan menghentikan kami pada sebuah bangku di lantai 2. Ya, café ini sangat rame. Beruntung,, kami mendapatkan bangku yang tepat di dekat jendela.
Perbincangan kami terus mengalir. Surya masih ingat makanan kesukaanku, secangkir coklat hangat dan kue brownies coklat. Kami menceritakan kembali peristiwa-peristiwa masa lalu saat kami masih bersama. Tak terasa waktu bergulir begitu cepat.
“ Okay, Irma. Saatnya aku harus pergi,” ajak Surya.
“ Ya, baiklah. Kita pergi.”
“ kita bertemu lagi?”
“ Tentu,” jawabku sambil tersenyum dan naik ke bus yang sudah menunggu.
Tidak ada yang menyangka, pertemuan aku dengan Surya untuk ketiga kalinya, membawa pada ujung gerbang mimpi. Yaitu, memiliki keluarga bersamanya, melahirkan seorang anak perempuan, dan tua hingga meninggalkan dunia bersamanya.

****
Selatan adalah kutubku, lebih tepatnya tempat aku dilahirkan. Tidak ada yang sempurna tentang tempatku. Kebetulan aku tumbuh di ujung belahan bernama selatan.  Hanya sebuah nama lelaki yaitu  Dimas. Tidak ada arti. Aku pria yang berburu cinta. Percaya bahwa ada hubungan antara elektron-elektrkn cinta yang bisa menyatu. Kisah yang tak seindah dongeng cinderela ataupun putri salju. Namun, kisah yang menarik untuk diceritakan. Entah apa yang membuat aku bisa mempercayainya. Hanya, aku percaya.
Mungkin, berawal dari sebuah pertemuan yang tidak aku nantikan. mataku tertuju pada seorang wanita berambut panjang, bertubuh kecil, memiliki senyum yang manis. Entah ada angin apa, aku menarik diriku, mendekati dirinya, dan berkenalan. Uri, jawabnya. Katanya, di berasal dari utara. Sepanjang pertemuan singkatku, Uri begitu semangat menceritakan berbagai kisah cinta. Aku pikir, Uri wanita yang polos yang mudah untuk aku permainkan.
Namun, semakin aku dengar ceritanya, aku tidak bisa menutup telingaku ataupun mataku. Saat dia menceritakan kisah orang tuanya, seakan ada sesuatu yang menarik disana.
Siapa yang berkata dari mata turun ke hati? Karena detik itulah awal kedekatan kami. Seakan kami menyatu dalam sejuta hasta. Bumi bulat, aku di selatan berjalan ke utara. Kamu di utara berjalan ke selatan. Kita bertemu di tengah. Kau melukiskan dalam rangkaian kata ,disebutlah pendongeng, dan aku melukiskan dalam pena menjadi sebuah gambar ,disebutlah pelukis. Cerita indah yang bisa aku jadikan dongeng sebelum tidur untuk anak-anakku kelak.

*****

Electron utara akan bersatu dengan electron selatan. Tahukah bahwa cinta seperti  magnet? Karena saat kedua kutub bertemu, meski terpisahkan, mereka akan bersatu. Seperti kisah cinta ayah dan ibu yang aku ceritakan. Dan inilah kisahku. Berawal dari cerita yang terus mengalir hingga menuju muara.
Dimas namanya. Dia? Tidak terlalu tinggi, tidak terlalu pendek. Ideal untukku. Kisah yang tidak seistimewa cinta ayah dan ibu. Namun, sederhana yang tidak tergantikan. Benar pepatah mengatakan, kalau jodoh tidak kemana.

*****

“ Sekarang adalah waktunya, suami istri ini berdansa untuk pertama kalinya,” ujar sang MC.
Dimas menarik tanganku. Melingkarkan tanganku kelehernya, tangan kanannya memegang pinggangku. Beriringan dengan alunan, kami menari di atas lantai dansa. Seakan magnet telah menyatu dalam satu waktu berpijak bersama.
Ada yang namanya pertemuan, ada yang namanya perpisahan. Ada yang namanya waktu. Apapun itu, kisah cinta tetaplah istimewa. Ayah dan Ibu harus mengalami perpisahan sebelum akhirnya bersatu. Aku dan Dimas menjalani hidup terpisah, hingga akhirnya bertemu.Muatan magnet cinta adalah dongeng. Nyatanya, cinta tidak bisa dipaksakan. Karena dia akan tarik menarik hingga menjadi satu hati.

PS : Terinspirasi dari lagu Satu Dalam Sejuta Hasta –Asyharul Fityan dan Artasya Sudirman

| http://sihijau.wordpress.com/2012/04/10/kalau-aku-magnet/

1 comment:

  1. Ceritanya sederhana tapi pemilihan diksinya menarik. And ada dua POV didalamnya.menarik:)

    ReplyDelete

PALING BANYAK DIBACA

How To Make Comics oleh Hikmat Darmawan