Monday, April 9, 2012

Kirimkan ‘April’





Oleh: @sihijau




Tanganku berhenti mengetik. Aku diam menatap langit di luar jendelaku. Terlihat seperti lukisan dalam bingkai. Aku mulai tersenyum manis. Langit mulai meredupkan sinarnya. Aku bangkit dari kursi tempatku menghabiskan hari liburku. Aku tutup sejenak buku baru yang sedang aku tulis.
*****
10 Tahun berlalu, hampir 3600an hari aku berjalan bersama mimpi yang aku bawa selama ini. Aku lihat tumpukan buku yang sudah ada sejak saat aku melihat mimpiku. Berdebu. Kenangan demi kenangan tertulis berantakan di setiap buku yang aku tumpuk. Tidak, belum menjadi buku. Hanya setumpukkan kertas putih dengan tulisan hitam.
Hari ini adalah hari sabtu, hari ke 111 di tahun 2012. Angka bagus, pikirku. Dan inilah hari ke 111 dimana aku memulai kegiatan baru, sejak aku memutuskan untuk berjuang menerbitkan setiap tulisanku. Setiap hari yang berlalu, sejak tahun 2010 selalu terhitung dalam lembar langkah kakiku. Titik balik yang menjadi loncatan dalam hidupku.
Aku berjalan menyusuri kamarku. Mematikan sejenak alunan lagu Jason Mraz yang terputar sepanjang hari. Aku duduk sejenak di atas sofa hijau, dekat kamarku. Memejamkan mata, menadakan kepalaku ke langit. Dan kenangan itu terputar kembali.
*****

“ Emma… Ada yang kurang dari tulisan ini. Kamu tidak menulisnya dari hati. Tulisan ini terlihat datar,” ujar Joshua sambil menatap tumpukan kertas yang ada di genggamannya. Dia sahabatku. Setiap tulisan yang aku buat, dia menjadi pembaca pertamanya dan goalku adalah membuat dia berkata ‘ini tulisan bagus!’ Kenapa dia yang aku pilih? Karena dia adalah teman penulis dan editor terbaik yang pernah aku kenal sepanjang hidupku. Selain itu, dia cinta pertamaku.
“ Lalu aku harus bagaimana Jo?” tanyaku bingung.
“ Hmmm.. Emma, sejujurnya kamu punya bakat menulis itu. Namun, kau selalu terpaku pada akhir ceritanya. Cobalah , alirkan dirimu ke dalam cerita yang kamu buat. Bayangkan kamu menjadi tokoh utama dalam cerita itu. Bahwa itulah karakter dirimu, si tokoh yang kamu ciptakan. Hadirkan dirimu dalam cerita itu. Bisa dua hal, jadi si pengamat dalam cerita itu atau jadi tokoh. Hmm, menurutku, kamu harus jadi tokoh,” jawab Joshua meyakinkanku lalu tersenyum padaku. Khas sekali dirinya. Mengkritik, lalu tersenyum. Pernah sekali, dia marah padaku, katanya tulisanku tidak pernah ada kemajuan dan dia membuat aku menangis hingga aku berkata padanya, aku mau berhenti menjadi penulis.
“ Emma yang aku kenal, tidak pernah putus asa. Dan dia orang yang mau berjuang. Emma, kamu pasti bisa!” lanjut Joshua.
*****
Aku tidak pernah menyangka, itulah hari terakhir aku bertemu dengan Joshua. Duduk di café favorite kami, menghabiskan waktu membicarakan setiap tokoh dan alur yang dia ciptakan. Aku terkagum padanya. Sekarang, tidak ada lagi guru yang mengkritik ceritaku. Setelah menyelesaikan cerita baru, Joshua tidak lagi dapat aku hubungi. Dia menghilang. Tidak tanpa jejak, namun meninggalkan sepucuk surat berisi :
“ Dear Emma,
You are a good writer! Kamu punya ciri khas yang unik di setiap tulisan kamu. Sekarang, saatnya kamu mengirimkan tulisan yang kamu tumpuk itu ke penerbit. Maaf, selama ini aku membohongi kamu dengan kritikku.
Sejujurnya, semua goresan tulisan yang kamu buat adalah indah, dan sungguh dari hati. Kenapa aku menipumu? Karena dirimu selalu ada dalam setiap karakter yang kamu ciptakan. Dan si pria itu, seakan adalah diriku. Seperti, kamu menuliskan kode cintamu dalam setiap ceritaku. Kadang, itu membuat aku muak Emma. Maafkan aku, bila melukaimu seperti ini. Namun, aku sadar, ketika aku tidak ada di cerita terakhirmu, aku sadar, aku mencintaimu. Maafkan aku Emma. Karena aku tidak bisa membalas cintamu.
Ah, aku seperti pengecut. Emma, kirim tulisanmu sekarang. Kamu berhak untuk menerbitkanya, karena ceritamu terlalu indah dan sejujurnya, muakku adalah ketika kamu membagikan ceritamu kepada banyak orang. Karena aku ingin menikmatnya sendiri.
Emma, terima kasih sahabatku. Terima kasih atas cintamu. Sekarang, berjuanglah meski aku tidak lagi menjadi pembaca pertamamu, tapi aku akan menjadi penganggum setiamu.
Love,
Joshua “
*****
Aku buka mataku, membuka lipatan surat dari Joshua. Membaca surat terakhir darinya menjadi waktu yang paling menyenangkan buat aku. Ya, mungkin aku terlalu merindukannya.
Hening. Istirahatku sudah cukup, aku bangkit dari tempat dudukku. Melanjutkan kembali tulisanku. Ah, bagaimana mengakhiri rangkaian cerita ini?
Aku tatap kembali langit yang sudah gelap. Aku nyalakan kembali musik yang menemaniku dari pagi.
Aku pejamkan mataku. Joshua muncul lagi.
******

” Emma, bagaimana buku barukku? Kamu suka?” tanya Joshua.
” Aku suka.. Cerita yang indah.”
” Ah, kamu, selalu saja komentarnya seperti itu. Sekali-kali kamu harus mengkritik aku!” lanjutnya setengah marah dan memukul pelan pundakku.
Aku membalasnya dengan senyum.
” Lalu, bagaimana tulisanmu? Sudah kamu perbaikki?”
” Hampir selesai.”
” Kirimkan ‘April’ kepada penerbit. Karena ide ceritanya sangat bagus. Ayolah, kamu pasti bisa!”
*****
Bagaimana akhir kisah April, Josh? Memang, harusnya ini adalah buku pertamaku. Namun aku baru sanggup menyelesaikan. Apalagi sejak kepergiaanmu, seperti menghindari kisah cinta kita. Apakah Aku butuh kamu untuk menyelesaikannya Josh?
Pandangan April jatuh pada sosok pria yang berjanji padanya untuk datang kembali padanya. Dia berjalan, membawa bunga, menuju ranjang tempat April berbaring. Tersenyum, lalu mencium keningnya. ” Aku dengar namaku, kamu sebut,” bisiknya. April memejamkan mata, dan kembali ke dunianya. Tempat April dan Doni bersatu kembali.
Suara isak tangis terdengar di sekitar tubuh April yang membeku. Tak ada lagi senyum April, hanya tersisa namanya. Dan kisah cinta mereka tersebar ke seluruh pelosok kota.
*****
” Selamat atas buku barunya yang berjudul ” April” teriak sang MC. Aku hanya tersenyum, memandang kumpulan para pembacaku, sambil berharap kedatangan Joshua.
Acarapun hampir selesai, sudah hampir 20an buku aku tanda tangani, hampir 30orang berfoto bersama denganku, dan pandanganku berhenti pada seorang pria yang membawa buku baruku. Dia menghampiriku , lalu tersenyum.
” Mengapa buku ini baru terbit sekarang? Dan kamu malah justru menerbitkan buka lain di saat aku pergi? Buku yang tidak pernah kamu berikan padaku untuk aku baca?” tanya Joshua serius.
Aku tersenyum. Memeluk dia, dan berbisik ” karena April, adalah malaikatku. Yang mengirimkan kamu kembali kepelukkanku.”
Dia membalas pelukkanku.
“Kenapa sekarang aku terbitkan April? Karena aku ingin kamu datang Josh! Dan aku tahu, kamu pasti membaca pesanku di buku itu. April merupakan kisah istimewa, Josh! Jangan pergi lagi ya!” lanjut bisikku.
” Aku merindukanmu, Emma!”
Adegan akhir aku dan Joshua seperti dalam film drama. Ceritaku happy ending , Josh! Karena kita bertemu di tempat yang nyata. Sedangkan April? Dia meninggal dijemput oleh Doni. Kau salah Josh! April bukanlah aku, dan Doni bukanlah kamu. Karena cerita kita, terlalu indah untuk dinikmati pembacaku.

No comments:

Post a Comment

PALING BANYAK DIBACA

How To Make Comics oleh Hikmat Darmawan