Oleh: @jyolld
Kesibukan di lantai bawah sejak pagi sebetulnya telah membangunkanku sedari tadi. Tapi aku enggan beranjak dari tempat tidur. Badan ini masih merasa lelah karena baru tiba di rumah tengah malam dari liburan tahun baru. Untung aku sudah menghubungi Erik dan Riko semalam untuk mengatur kiriman yang akan datang pagi ini. Cahaya matahari yang masuk melalui celah jendela sudah terlalu menerangi kamar ini. Setidaknya aku harus cuci muka menyapa petugas kiriman. Adanya kiriman selalu membangkitkan semangat dan senyumku untuk menyambut cerita baru. Siap menyambut cerita hari ini.
“Pagi bos!”, sapa Erik saat melihatku masuk. Riko dan petugas kiriman sedang meletakkan dus diatas lantai disebelah tumpukan dus yang memenuhi sudut ruko. Sepertinya itu adalah dus terakhir karena petugas kiriman bersiap pergi.
“Hari ini kayaknya banyak banget kirimannya”, sapaku sambil menjabat tangan petugas kiriman yang mau naik truk.
“Iyalah, bos. Banyak banget buku baru yang terbit. Mau ngirim seminggu lalu, keburu libur tahun baru”, jawab petugas kiriman. Aku mengangguk mafhum.
“Pamit, bos”, petugas kiriman pamit. Aku mengangguk dan memandangi mobil truk hingga tak tampak lagi. Aku berbalik, memandangi ruko kecil yang kusulap menjadi rumah penyewaan buku sejak lima tahun lalu. Erik dan Riko bergerak cepat, membuka kardus kiriman buku baru, menyampulnya dan memberinya kode buku. Kuhampiri kedua anak itu, membantu mereka meletakkan buku yang telah diberi kode buku.
“Gimana liburannya, bos?”, tanya Erik saat melihatku mendekat.
“Ya gitu. Seneng dan capek. Malah pengen cepet-cepet pulang”, jawabku. Sesaat Erik terlihat bingung harus membalas apa.
“Bos, pas malam tahun baru Riko nembak teman SMA-nya…”
“Erik! Gue bilang jangan bilang-bilang…..”, tawaku meledak melihat campuran ekspresi panik dan malu-malu yang tampak di wajak Riko.
“Ga pa-pa kali, Ko. Naksir dari dulu kan? Mending terlambat daripada tidak sama sekali”, berikutnya aku kehilangan kata-kata.
“Tuh kan. Kata gue juga apa”, ujar Erik pada Riko. Aku menggigit bibir. Merasa hampa tiap salah berucap. Aku menumpuk buku yang sudah diberi kode dan membawanya.
“Aku aja, bos”, cegah Riko.
“Kamu nyampulin buku aja”, ujarku sambil membawa buku untuk menyusunnnya ke rak sesuai kategorinya. Kurapatkan buku-buku di rak novel agar dapat memuat novel-novel baru. Yang tidak masuk rak kuletakkan di atas barisan buku. Jariku menelurusi barisan novel, mencaritahu apakah ada seri yang tidak lengkap. Jariku berhenti pada nama penulis dari sebuah novel. Penulis yang membuatku jatuh hati. Kucermati novel di sebelahnya. Ada yang kurang.
“Novel-nya Jyolld ada yang belum kembali ya?”, tanyaku. Erik menatapku, lalu menatap layar komputer. Membaca data peminjaman.
“Iya. Dipinjam dari sebelum libur”, jawabnya. Aku mengangguk. Yang penting tidak hilang. Kuambil salah satu novelnya. Kubuka halaman-halamannya cepat. Sekedar nostalgia. Gaya tulisannya yang kaku tapi mengejutkan memang menggambarkan pribadinya, yang malah membuatku penasaran dan mengaguminya hingga hari ini.
“Bos, punya selotip?”, tanya Riko sambil mengacungkan selotip yang habis isinya. Aku mengembalikan novel ke tempatnya dan berjalan menuju meja kerjaku. Kalau tidak salah aku menyimpannya di laci meja kerja. Tapi aku harus sedikit mengacak laci untuk menemukannya terselip di sudut.
“Riko!”, panggilku. Riko mengambil selotip yang kuletakkan di atas meja. Kututup laci saat sesuatu menarik perhatianku. Selembar foto menyembul keluar dari dalam buku catatanku. Kuraih foto itu, yang membuatku terduduk lemas di kursi kerjaku. Foto itu membawaku kembali ke masa terindah dalam hidupku, masa SMA, masa aku bertemu denganmu. Kau bahkan tidak menyadari aku sengaja duduk di sebelahmu saat pengambilan foto bersama kelas. Kata mereka, kau itu beast. Gadis berwajah sangar. Tapi bagiku, kau imut. Di foto kau mengacungkan jari membentuk huruf V sementara aku tersenyum lebar. Tapi kau takkan pernah tahu bahwa senyum itu karenamu. Aku mengagumimu yang kaku dan mengejutkan.
“Bos, ada kiriman”, Erik menghampiriku dengan membawa sebuah paket. Buru-buru kumasukkan foto itu ke laci dan menutupnya. Aku mengerutkan kening heran.
“Ga ada nama pengirimnya”, ia menyerahkan paket itu padaku. Aku membolak-balik paket bersampul coklat itu demi menemukan sesuatu yang menunjukkan identitas si pengirim. Tapi tak ada yang tertera selain namaku, nama rumah penyewaan bukuku, dan alamat rumah ini.
“Dapat dari mana? Bukan dari yang truk pengiriman tadi pagi?”, tanyaku.
“Bukan. Dari kotak pos di depan”, jawab Erik lalu meninggalkanku dalam kebingungan. Tidak lazim seseorang dapat lolos mengirimkan paket tanpa mencantumkan nama pengirim. Dari berat paket ini, kurasa ini adalah buku. Biasanya aku mendapat paket buku yang dialamatkan kepadaku pribadi dari milis penggemar salah satu penulis novel misteri. Itupun aku membeli dan mereka mencantumkan nama milis sebagai pengirim. Tapi ini? Apa aku pernah mentransfer uang untuk membeli sebuah buku tapi pengirimannya tertahan karena tahun baru? Kusobek bungkus paket, berharap ada nama pengirim di dalamnya. Tapi isi di dalamnya lebih mengejutkan lagi. Membuatku harus mencari tahu siapa pengirim paket novel ini. Jyolld pernah memposting di blognya bahwa ia akan menerbitkan novel berjudul (Thanks for) Admire Me. Dan novel ini berjudul demikian, dengan nama Jyolld tertera di bawah novel. Dan dipostingan itu dia bilang buku barunya akan terbit 1 Januari. 1 Januari?!
Kunyalakan komputer. Kuhentakkan kakiku panik. Aku menggenggam novel ini bagai mengenggam bara api. Jantungku berdebar cepat ketakutan. Bahkan jika ada seseorang yang ingin mengirimkanku novel ini, tidak mungkin ia dapat mengirimkannya pada malam perilisan. Kubuka blog pribadi Jyolld. Sambil menunggu halaman muncul, kubuka milis penggemar Jyolld. Siapa tahu memang ada bagi-bagi novel terbaru Jyolld pada hari perilisan. Adanya yang berharap dapat novel itu segera. Berarti milis memang tidak mengadakan acara bagi-bagi novel. Kubuka tab blog-nya Jyolld. Ada postingan terbaru.
Hi, Jyolldisme
Hari ini buku terbaruku rilis. Aku tidak sabar menunggu komentar dari kalian semua.
(Thanks for) Admire Me
Kulirik tanggal postingannya. 1 Januari, 7.22 am. Lima menit yang lalu. Mungkin ia masih online saat ini. Kuarahkan pointer ke kotak komentar. Ingin menyapanya tapi ragu. Selama ini aku cukup aktif mengomentari postingannya bersama dengan penggemar Jyolld yang lain. Aku menggigit bibir, memikirkan kata-kata untuk berkomentar. Kulirik novel di tanganku dan aku tahu harus berkomentar apa.
Novel terbarumu sudah di tanganku. Seperti jatuh dari langit. Seseorang mengirim novel ini semalam sebelum novelmu rilis hari ini. Aku yakin toko buku pun bahkan belum buka jam segini. Mungkin aku termasuk pembaca pertama karyamu. Aku selalu senang ketika mendapat kiriman buku baru. Tapi tak pernah sesenang ini.
Everywhere Boy.
Kutekan tombol submit. Aku tidak terlalu ingin tahu balasannya. Kusobek plastik yang membungkus novel ini. Tak ada cerita hari ini yang lebih menyenangkan daripada saat novel karya penulis favoritmu ada di tanganmu tepat di hari perilisan. Kuelus sampul bukunya. Gambar kamera di sampul itu mengingatkanku pada kamera jadulku dulu yang sering digunakan untuk memotret kegiatan sekolah. Kacamata dan tumpukan buku di sampul itu tampak tidak asing.
Kubuka halaman pertama, halaman judul. Judul yang tertera dengan menggunakan font Freestyle Script terlihat manis. Ah, beruntungnya dia. Memiliki pengagum, termasuk aku, salah satunya diantara penggemar lainnya. Adakah yang mengagumiku? Is there anyone who admire me? Tentu novel ini dibuat untuk para pengagumnya.
Kubuka lembaran kedua. Biasanya berisi Thanks To. Dan nama kelas kami selalu dicantumkannya. Tapi hanya ada dua baris tulisan di halaman kosong itu. Dan ditujukan kepada siapa, membuatku terkesiap.
To : Ryan. The one who i admire, since first.
Thanks for admire me.
Namaku, namaku tercantum disitu. Sesaat aku kehilangan nafas. Mungkinkah itu aku? Tapi mungkin dia menemukan sosok yang dikagumi. Hanya saja namanya sama denganku. Bisa-bisanya ia menuliskan hal seperti ini. Sah-sah saja memang. Tapi apakah dia tidak memikirkan penggemarnya, yang membacanya? Tapi namaku tercantum disitu. Dan aku berharap itu aku.
“Daddy!”, suara Sherlyn mengagetkanku. Tiba-tiba dia sudah disampingku, menekan-nekan tuts komputerku. Aku tertegun terlalu dalam hingga tidak mendengar Sherlyn membuka pintu.
“Nanti sayang. Daddy lagi kerja”, segera kugendong putriku dan kubawa masuk ke dalam. Buru-buru aku mengecek komputerku. Selama ini komputer menjadi rusak setelah dimainkan Sherlyn. Tapi sepertinya Sherlyn hanya menekan tombol F5 karena halaman blog Jyolld tampak baru, dengan balasan Jyolld di bawah komentarku.
To : You. The one who i admire, since first. Thanks for admire me. Wish you like my present.
Aku merasa terhisap dalam penyesalan. Penyesalan tidak berani mengungkapkannya sejak dulu. Aku bolehlah berlagak selama SMA, tapi aku kalah dengan Riko yang pendiam. Aku takut ditolak olehmu saat itu. Padahal…..Ternyata…..
Kutatap buku barumu di tanganku. Biasanya aku larut dalam karyamu, Jyolld. Tapi tidak kali ini. Kuambil foto kelas dari laci, kuselipkan di halamanmu untukku, dan kumasukkan buku itu ke laci. Terdengar suara pintu dibuka di belakangku saat aku menutup laci.
“Daddy, kata Mommy sarapan dulu”, ujar Sherlyn dengan mata polosnya. Aku tersenyum hingga menyadari sesuatu.
Mata bulatnya, mengingatkanku padamu.
No comments:
Post a Comment